JAKARTA, KOMPAS.com - Bripda NOS, anggota polisi wanita di Kepolisian Daerah Maluku, dipecat dari institusi kepolisian.
Alasan pemecatan Bripda NOS karena terdeteksi memiliki afiliasi dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sebelumnya, Bripda NOS telah dua kali berurusan dengan Densus 88.
Pertama, ia diamankan oleh Polda Jatim di Bandara Juanda, Jawa Timur, pada Mei 2019.
Pada akhir September 2019, ia kembali diamankan Densus 88 di Yogyakarta.
Selain Bripda NOS, sebelumnya, seorang anggota polisi, Brigadir WK dari Kabupaten Tanggamus masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Lampung karena diduga terpapar paham radikalisme.
Bagaimana seorang aparatur penegak hukum bisa terpapar paham radikalisme?
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, semua orang dari berbagai kalangan berpotensi terpapar radikalisme.
Faktornya, menurut dia, salah satunya karena maraknya penggunaan media sosial.
"Hampir semua orang bisa terpapar. Kalau dulu tanpa ada media sosial mungkin pengaruhnya atau tersebarnya (paham) radikalisme terbatas," ujar Al Chaidar saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/10/2019).
Ia mengatakan, paparan paham radikalisme bisa disebarkan melalui pertemuan secara virtual.
Menurut dia, ada empat tahap sebelum seseorang disebut terpapar terorisme.
Pertama, intoleransi, kemudian diikuti radikalisme, fundamentalisme, dan terakhir terorisme.
Selain itu, Chaidar berpendapat, paparan paham radikalisme di lingkungan aparatur negara bisa terjadi karena kurang ketatnya proses seleksi.
"Karena waktu itu misal ketika diseleksi dibuka kuota untuk 100 orang. Walaupun kurang memenuhi dan sebagainya, akhirnya dimasukkan," kata Chaidar.
Baca juga: Polri Sebut Polwan NOS Aktif Terafiliasi Jaringan Teroris JAD