Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain RKUHP, Ini Isi RUU Lain yang Dianggap Kontroversial

Kompas.com - 25/09/2019, 20:51 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Arief menilai, aturan ini ambigu dengan ketentuan Hak Guna Usaha.

"Jika hak pakai dapat diberikan untuk konsesi perkebunan, peternakan, penggaraman, lantas untuk apa diatur adanya hak guna usaha?" tutur Arif.

Selain itu, pembatasan maksimum perkebunan tidak mempertimbangkan luas wilayah, kepadatan penduduk, dan daya dukung lingkungan.

Dewi juga mengungkapkan, RUU Pertanahan mengatur impunitas penguasaan tanah skala besar atau perkebunan apabila melanggar ketentuan luas alas hak.

Kemudian RUU Pertanahan dianggap menyamakan konflik agraria dengan sengketa pertanahan biasa. Bahkan dalam RUU, penyelesaian konflik diselesaikan melalui mekanisme win-win solution atau mediasi dan pengadilan pertanahan.

Lalu kemudian terdapat kontroversi mengenai pendaftaran tanah. Dewi menerangkan, RUU Pertanahan semata-mata hanya mempercepat sertifikasi tanah.

Terakhir, RUU Pertanahan akan membentuk bank tanah yang dinilai hanya menjawab kelhan investor soal hambatan pengadaan dan pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

"Jika dibentuk, bank tanah berisiko memperparah ketimpangan, konflik, dan melancarkan proses-proses perampasan tanah atas nama pengadaan tanah dan meneruskan praktik spekulan tanah," ucap Dewi.

RUU Minerba

Proses revisi RUU tentang Perubahan UU Mineral dan Batubara (Minerba) telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah mengatakan, RUU Minerba memiliki banyak kelemahan. Seperti dikutip dari laman Mongabay, Merah menuturkan, ada pasal yang hilang mengenai korupsi.

Pasal 165, misalnya. Dalam pasal ini, pejabat yang mengeluarkan izin pertambangan bermasalah dengan menggunakan penyalahgunaan wewenang dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi. Namun pasal ini dihilangkan.

Baca juga: RUU PKS Belum Bisa Disahkan, DPR Minta Mahasiswa Bersabar

RUU Ketenagakerjaan

Selain kedua RUU di atas, RUU Ketenagakerjaan juga menjadi sorotan. Dari draf RUU yang beredar, terdapat 14 pasal revisi yang ditolak oleh para asosiasi buruh.

Pasal-pasal yang menjadi kontroversi antara lain, pasal 81 mengenai cuti haid yang bakal dihapus lantaran nyeri haid dapat diatasi dengan obat antinyeri.

Kemudian terdapat Pasal 100 yang menyebut akan menghapuskan fasilitas kesehatan. Lalu ada pula Pasal 151-155 mengenai penetapan PHK.

Dalam draf RUU tersebut, keputusan PHK hanya melalui buruh dan perusahaan tanpa melalui persidangan. Dalam revisi tersebut, pasal mengenai uang penghargaan masa kerja dan penambahan waktu kerja bagi buruh yang dihapuskan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com