Saat itu, Yun Hap berada di Kampus Atma Jaya.
Sementara, pada Jumat (24/9/1999) pagi, Yun Hap kembali menelepon dan menginformasikan akan pulang.
Ia tiba di rumah pada pukul 09.00, sempat makan, lalu kembali ke Kampus UI di Depok pada siang harinya.
Adik Yun Hap, Yun Yie mengatakan, saat itu sang ibu, Ho Kim Ngo, sempat memintanya agar tidak ikut berdemonstrasi.
Alasannya, kata Yun Yie, ibunya mengingatkan bahwa tahun itu merupakan tahun sial bagi mereka yang bershio ular.
Yun Hap, kelahiran 17 Oktober 1977, bershio ular.
Namun, Yun Hap bersikeras dan tetap menuju kampus. Baginya, apa pun yang terjadi merupakan takdir.
Bukan kali ini Yun Hap ikut dalam aksi demo besar.
Namun, hari itu, saat terjadi penembakan membabi-buta dari aparat, sebagai kelanjutan dari aksi menolak pengesahan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB), menjadi akhir dari perjuangan Yun Hap.
"Di balik kejeniusannya, Yun Hap punya sikap yang kritis dan itu diwujudkan dengan tindakannya melawan pemerintah," demikian Fesan Gustano Razak, rekan dekat Yun Hap mengenangnya.
Bagi keluarganya, Yun Hap kebanggaan karena prestasi yang diukirnya sejak SD hingga SMU.
"Yun Hap memang pintar. Saya harapkan anak saya bisa mengangkat nama saya. Biar bapaknya jadi kuli, jadi buruh. Anak yang diharapkan bisa mengangkat harkat dan derajat, kok jadinya begini. Cita-citanya enggak sampai. Dia pernah bilang akan mati muda. Nggak tahu, kenapa dia bilang begitu," ucap ayahnya, Yap Pit.
Ucapan selamat jalan mengiringi Yun Hap ke peristirahatan terakhirnya.
"Sdr Yun Hap, meski tubuhmu terbujur kaku, namun semangatmu tetap ada di antara kami. Selamat jalan, kawan," demikian Rektor UI Prof Dr dr Asman Boedisantoso, saat melepas jenazah Yun Hap di Balai Mahasiswa UI, sebelum dimakamkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.