Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK, dari Pengibaran Bendera Kuning hingga Anggapan Jokowi Telah Berubah

Kompas.com - 18/09/2019, 06:15 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya disahkan oleh DPR pada Selasa (17/9/2019).

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Undang-Undang yang direvisi adalah UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Namun, yang menarik dalam rapat paripurna pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut hanya dihadiri oleh 102 anggota DPR. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (17/9/2019).

Kendati demikian, rapat tetap digelar dan dinilai telah memenuhi syarat karena mengacu pada jumlah anggota DPR yang mengisi absensi.

Perlu diketahui, dalam rapat paripurna tersebut terdapat 289 anggota yang mengisi daftar hadir.

"Berdasarkan catatan, anggota yang menandatangani daftar hadir adalah 289, dengan kehadiran seluruh fraksi. Rapat paripurna kami nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Berlangsung 30 menit

Dalam rapat paripurna tersebut hanya berlangsung selama 30 menit dan semua fraksi menyatakan kesetujuannya dengan pengesahan revisi Undang-Undang KPK.

Walaupun begitu, ada tiga fraksi yang memberikan catatan, antara lain Fraksi PKS, Gerindra, dan Demokrat.

Edhy Prabowo selaku Ketua Fraksi Gerindra menyebut, partainya mempermasalahkan soal proses pemilihan dewan pengawas KPK langsung oleh pemerintah dan tanpa dipilih langsung oleh lembaga independen.

"Kami hanya menyampaikan keberatan kami terkait dewan pengawas yang ditunjuk langsung tanpa dipilih lembaga independen, ini menjadi catatan kita semua bahwa ke depan kalau ini masih dipertahankan, saya, kami tidak bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan semangat penguatan KPK itu sendiri yang ujungnya nanti justru malah melemahkan," kata Edhy.

Lalu, anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa mengungkapkan, poin tentang proses pemilihan dewan pengawas KPK yang tidak sesuai dengan tujuan awal draf UU KPK, yaitu dibentuk tanpa intervensi.

"Sejak awal dewan pengawas yang profesional dan terbebas dari dari intervensi," ujar Ledia.

Kemudian, anggota Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengingatkan, proses pemilihan dewan pengawas KPK oleh presiden dikhawatirkan akan membuat penyalahgunaan kekuasaan.

Ia pun tak sepakat dewan pengawas dipilih oleh presiden.

"Catatan khusus Partai Demokrat terkait dewan pengawas, Fraksi Demokrat mengingatkan abuse of power, apabila dewan pengawas dipilih presiden, fraksi demokrat memandang hematnya dewan pengawas ini tidak kewenangan presiden," kata Erma.

Baca juga: Kisruh KPK: Pimpinan Merasa Tak Diajak Bicara dan Respons DPR

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com