Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial Bahayakan Mental Remaja Perempuan, Studi Tunjukkan Sebabnya

Kompas.com - 01/09/2019, 19:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Sumber CNN

KOMPAS.com - Sudah sejak lama, penggunaan media sosial dikaitkan dengan depresi terutama pada remaja perempuan. Namun sebuah studi baru mengungkapkan, masalah ini lebih kompleks dari yang dipikirkan oleh para ahli.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Child & Adolescent Health seperti dikutip dari CNN, Minggu (1/9/2019) menyebutkan, baik pada remaja laki-laki maupun perempuan, penggunaan media sosial yang sering menyebabkan tekanan psikologis yang lebih besar.

Namun demikian, efeknya terlihat jelas pada perempuan. Mereka merupakan pihak yang lebih sering memeriksa akun media sosial, dan hal ini membuatnya menjadi lebih rentan terkena tekanan psikologis.

Para peneliti menemukan, media sosial dapat membahayakan mental anak perempuan. Ini karena, penggunaan yang berlebihan dapat meningkatkan paparan mereka terhadap perilaku bullying serta dapat mengurangi tidur dan aktivitas fisik.

Baca juga: Dampak Buruk Berdebat di Media Sosial untuk Kesehatan

Bagi remaja perempuan, hampir 60 persen dampak pada tekanan psikologis disebabkan oleh faktor-faktor tersebut.

Namun di kalangan remaja laki-laki, faktor penyebab tersebut hanya menyumbang 12 persen dampak pada penggunaan media sosial terhadap tekanan psikologis mereka.

Adapun untuk remaja laki-laki, dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental masih perlu dikaji lagi. Menurut peneliti, studi lebih lanjut masih diperlukan.

"Hasil kami menunjukkan bahwa media sosial itu sendiri tidak menyebabkan kerusakan. Tetapi penggunaan yang sering dapat mengganggu kegiatan, yang berdampak pada kesehatan mental serta aktivitas seperti tidur dan berolahraga," ucap salah satu peneliti Russell Viner dari UCL Great Ormond Street Institute of Child Health.

Dengan kata lain, media sosial sendiri tidak bisa disalahkan sebagai penyebab kesehatan mental penggunanya.

Media sosial berpengaruh mengurangi kualitas tidur dan aktivitas fisik para remaja perempuan dan kecenderungan memaparkan hal-hal yang mengarah ke perundungan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terganggunya kesehatan mental pengguna.

Bob Patton, dosen psikologi klinis di University of Surrey mengatakan, strategi membatasi penggunaan media sosial untuk mengurangi gangguan mental mungkin tidak membantu.

Menurutnya, jika ingin meningkatkan kesehatan mental terutama di kalangan remaja, maka mereka harus diberi strategi untuk meningkatkan ketahanan terhadap bullying. Selain itu, para remaja juga perlu untuk didorong agar memiliki perilaku tidur serta olahraga yang lebih baik.

Studi tersebut melibatkan hampir 10.000 anak-anak usia 13 hingga 16 tahun di Inggris. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai para remaja sekali dalam setahun dalam rentang waktu tahun 2013 hingga 2015.

Para responden akan melaporkan frekuensi mereka memeriksa atau menggunakan media sosial, seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, dan Snapchat.

Baca juga: Remaja di Era Media Sosial Dihantui Kecemasan

Menurut para peneliti, lebih dari tiga kali sehari dianggap sangat sering. Mereka kemudian mencatat banyak responden yang juga tidak menangkap berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk memeriksa akun media sosialnya.

Pada tahun 2014 dan 2015, para peneliti bertanya tentang tekanan psikologis remaja dan kesejahteraan pribadi mereka, hal-hal seperti kepuasan hidup, kebahagiaan dan kecemasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com