Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Remehkan, Sering Begadang Bisa Berdampak Fatal

Kompas.com - 01/09/2019, 16:00 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masih ingat kasus Mita Diran, seorang pekerja di industri kreatif yang meninggal pada 2013?

Pemberitaan Kompas.com, 16 Desember 2013, menyebutkan, Mita Diran adalah copywriter muda yang meninggal karena bekerja terus-menerus tanpa memerhatikan pola makan serta tanpa beristirahat selama 3 hari.

Dari kasus tersebut, kita harus mengetahui bahayanya begadang bagi tubuh.

Meskipun, ada faktor lain yang menyebabkan berpulangnya Mita.

Jurnal Chronobiology International yang termuat dalam laman menshealth.com.sg, menyebutkan, mereka yang sering begadang memiliki risiko kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak begadang.

Begadang juga menimbulkan beberapa masalah kesehatan, termasuk diabetes, gangguan neurobiologis, dan penyakit psikologis.

Dalam penelitian ini, dilibatkan 433.268 orang dewasa di Inggris selama rata-rata 6,5 tahun.

Baca juga: Sering Begadang? Perhatikan, Ini 7 Bahayanya bagi Kesehatan

Hasilnya, lebih dari 10.000 responden meninggal dan para peneliti menemukan bahwa 10 persen yang meninggal merupakan mereka yang senang begadang.

Selain menyebabkan kematian, kurang tidur juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

Dilansir dari laman daekin.edu.au, menatap layar yang berlebihan atau hingga larut malam, dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas tidur.

Selain itu, gaya hidup yang buruk seperti makan makanan dalam jumlah yang besar sebelum tidur atau mengonsumsi kafein di siang hari, juga memberikan pengaruh.

Jangan remehkan kebiasaan begadang

Menurut Australian Sleep Health Foundation, 33-45 persen orang dewasa yang kurang tidur atau tidak cukup lama tidur, dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan.

Contoh kasus, Randy Garner, pemuda berusia 17 tahun sempat menantang dirinya untuk begadang selama 11 hari pada tahun 1960.

Satu hari setelah begadang, dia mengalami masalah dengan visinya dan kehilangan koordinasi dasar.

Akhirnya, ia berhalusinasi.

Selain itu, mengemudi dalam keadaan kurang tidur, juga sama berbahayanya dengan mengemudi di bawah pengaruh minuman keras.

Hal itu terjadi karena waktu reaksi, penilaian, dan penglihatan sama terganggunya dengan saat kurang tidur.

Ahli psikologi dari Deakin University Dr Melissa Weinberg telah mempelajari tentang hubungan antara tidur dan kesejahteraan.

"Fungsi pertama dari tidur adalah mengisi bahan bakar tubuh Anda. Dalam beberapa jam pertama tidur nyenyak, tubuh anda melakukan semua hal yang perlu dilakukan untuk memberi energi kembali," kata Dr Weinberg.

Dr Weinberg mengatakan, setelah tubuh cukup diisi selama periode pertama tidur, kemudian pindah ke tidur gerakan mata cepat (REM).

"Di situlah kita bermimpi. Ini adalah pengisian dan menyegarkan otak. Walaupun kita tertidur, otak kita tetap terjaga," kata dia.

Menurut Dr Weinberg, jika Anda tidak tidur, otak Anda tidak memiliki kesempatan untuk mengonsolidasikan informasi.

Menariknya, penelitian ini mengungkapkan ada hubungan langsung antara tidur dan memori.

Apa hubungannya?

Kita perlu tidur agar memori jangka pendek kita dapat dikonversi menjadi memori jangka panjang.

"Jika kamu tidak tidur, otakmu tidak memilki kesempatan untuk menggabungkan informasi," kata Dr Weinberg.

Selain itu, kurang tidur juga dapat memengaruhi kondisi psikologis Anda.

Pengaruh yang akan muncul di antaranya ketidakstabilan emosional.

Hal ini membuat Anda merasa negatif dan tidak termotivasi sepanjang hari.

Efek lainnya, dapat menyebabkan respons yang tidak rasional dan muncul perilaku yang agresif.

Dr Weinberg menekankan, tidur yang nyenyak dapat membuat perbedaan besar bagi suasana hati.

Sementara, orang yang tanpa tidur cenderung akan mudah tersinggung dan sulit fokus.

"Anda perlu tidur untuk mengatur emosi dan berbuat sebaik mungkin," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com