KOMPAS.com – Kualitas udara di Jakarta belakangan dilaporkan memburuk. Berdasarkan laporan Kompas.com Minggu, (18/8/2019) kualitas udara Jakarta bahkan terburuk ketiga di dunia.
Laporan tersebut berdasarkan data AirVisual hingga pukul 07.34 WIB pada Minggu (18/8/2019). Saat itu tercatat kualitas udara Jakarta tercatat tidak sehat dengan Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara sebesar 157 dengan konsentrasi parameter PM2.5 68 ug/m3.
Sementara itu, hari ini, Jumat (23/8/2019) sore Kompas.com memantau kualitas udara melalui situs Air Visual tercatat memiliki indeks AQI sebesar 122 dengan konsentrasi parameter PM2.5 44,1 ug/m3 yang berarti tidak sehat untuk orang-orang yang sensitiv.
Baca juga: 4 Fakta Sidang Gugatan Polusi Udara yang Lagi-lagi Tertunda
Melansir Kompas.com Rabu, (8/3/2019) Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak mengatakan, ada dua faktor penyumbang polusi udara di Jakarta.
Ia menyebut, pertama adalah kendaraan bermotor yang terus bertambah dan menyebabkan makin meningkatnya emisi kendaraan bermotor.
Faktor kedua adalah adanya pembangkit listrik tenaga uap batu bara dalam radius 100 meter di sekitar Jakarta.
Kualitas udara yang buruk ini bukan tanpa "harga". Masalah pencemaran udara bisa mempengaruhi kesehatan seseorang.
Sebuah penelitian terbaru bahkan melaporkan bahwa paparan polusi udara bisa mengganggu kesehatan mata.
Dilaporkan Time Kamis, (22/8/2019) Suh-Hang Hank Juo yang berasal dari pusat rabun jauh dan penyakit mata di China Medical University, Taiwan melakukan penelitian yang menunjukkan orang yang terpapar polutan udara umum yakni nitrogen dioksida (NO2) dan karbon monoksida (CO) beresiko tinggi mengalami degenerasi makula.
Degenari makula ini merupakan kondisi di mana sel-sel retina rusak yang menyebabkan penglihatan sentral buram dan dalam beberapa kasus akhirnya bisa berdampak pada kehilangan penglihatan.
Studi yang dipublikasikan dalam BMJ Journal of Investigative Medicine tersebut menganalisis data kualitas udara yang melibatkan 40.000 orang di atas 50 tahun yang tinggal di daerah perkotaan Taiwan.
Penelitian tersebut membagi orang ke dalam empat kategori paparan polutan dan menemukan, mereka yang tinggal di daerah dengan konsentrasi NO2 dan CO tertinggi memiliki tingkat degenerasi makula terkait usia.
Mereka yang terpapar NO2 hampir 200 persen lebih mungkin terkena penyakit ini. Sedangkan mereka yang terpapar CO dengan konsentrasi tertinggi menunjukkan potensi resiko 84 persen.
Sementara itu, orang yang terpapar pada tingkat sedang dari ke-dua polutan tersebut tak menunjukkan resiko secara signifikan .
"Saya sedikit terkejut bahwa hanya tingkat paparan tertinggi yang menunjukkan risiko," kata Juo.
Baca juga: Bahaya Manakah Polusi Udara dengan Menghisap Rokok?