Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang 17 Tahun Insiden Terbakarnya Pesawat Garuda di Bandara Adisutjipto...

Kecelakaan pesawat Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan GA-200 tersebut menyebabkan 21 penumpang meninggal dunia dari total 133 penumpang dan 7 kru.

Salah satu penumpang yang menjadi korban dalam insiden itu adalah mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Koesnadi Hardjasoemantri.

Beberapa tokoh juga ikut dalam penerbangan itu adalah mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan kriminolog Adrianus Meliala Universitas Indonesia (UI) yang keduanya mengalami luka-luka.

Kronologi kejadian

Dikutip dari Kompas.com (7/3/2020), pesawat Boeing 737-400 itu mengalami dua kali guncangan hebat ketika menyentuh landasan pacu.

Sesaat sebelum kejadian, tiba-tiba muncul percikan api dan asap dari roda depan pesawat yang dipiloti oleh M Marwoto Komar.

Pada saat bersamaan, pesawat tidak terkendali dan keluar dari landasan pacu hingga melewati lapangan rumput.

Belum berhenti, pesawat tersebut masih terus melaju hingga menabrak pagar berduri dan menuruni tanggul luar sedalam 3 meter, sebelum kedua mesin di sayap pesawat terlepas.

Pesawat akhirnya berhenti di perkebunan kacang dengan kondisi terbakar.

Puluhan penumpang pun berhamburan ke luar. Namun, sekitar 2-3 menit dari kemudian, terdengar ledakan keras dari pesawat.

Menurut kesaksian Din Syamsudin, pesawat yang ditumpanginya sempat bergetar hebat.

"Pesawat ini seperti meluncur saja dan tak dapat dihentikan. Lalu, semua bergetar hebat. Ketika berhenti, saya seperti terbangun kembali," ujar Din dilansir dari Kompas.com (7/3/2021).

Penyebab kecelakaan

Hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan, pesawat Garuda Indonesia itu melakukan approach yang terlalu tajam.

Approach merupakan fase pendaratan ketika pesawat mengarah mendekati dan turun mendarat di runway.

Ini dikatakan stabil jika berada dalam batas toleransi ketinggian dan kecepatan, serta batas jalur luncur (glidescope).

Sementara jalur luncur yang aman memiliki dengan sudut kemiringan 3 derajat ke arah runway. Namun, ketika sudut kemiringan di atas atau di bawah 3 derajat, approach dianggap tidak stabil.

Menurut KNKT, pesawat pesawat Garuda GA-200 diketahui mendarat dengan lintasan di atas glidescope karena posisinya masih terlalu tinggi, sedangkan jarak ke landasan sudah terlalu dekat.

Saat kejadian, pesawat masih berada dalam kecepatan terlalu tinggi, yakni di atas 130 knot dengan posisi flap hanya 5 derajat.

Pilot kemudian mencoba untuk mengejar jalur luncur yang normal, tetapi pesawat menjadi sulit terkontrol saat roda hendak menyentuh landasan karena vertical speed terlalu tinggi.

Akibatnya, terjadi benturan keras dan pesawat terpental hingga tergelincir ke luar landasan.

Pilot divonis 2 tahun

Sang pilot, M Marwoto Komar menjadi salah satu orang yang selamat dari kecelakaan Garuda GA-200. 

Namun, ia dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara dalam insiden tersebut.

Hakim menilai, Marwoto melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan pesawat tidak dapat dipakai, atau rusak yang mengakibatkan matinya orang dan menimbulkan bahaya bagi orang lain sesuai dengan Pasal 479 G (b) dan (a) KUHP.

Saat itu, Marwoto tidak mengomunikasikan permasalah yang dihadapinya ketika mendaratkan pesawat kepada kopilot Gagam Saman Rohmana.

Marwoto mengakui, ada masalah ketika pesawat berada di ketinggian sekitar 4.000 kaki atau 1.220 meter saat akan mendarat.

Menurutnya, kemudi pesawat tidak bisa dikendalikan akibat ada peralatan yang macet dan membuat pesawat turun dengan cepat.

Namun, Marwoto tidak memberitahukan gangguan itu kepada kopilot Gagam.

Kegagalan koordinasi itulah yang dinilai hakim membuat dampak kecelakaan pesawat tidak bisa diminimalkan.

(Sumber: Kompas.com/Vina Fadhrotul Mukaromah, Nur Fitriatus Sholihah | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Rizal Setyo Nugroho)

https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/07/063000465/mengenang-17-tahun-insiden-terbakarnya-pesawat-garuda-di-bandara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke