Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Al Bisa Jadi Inventor Paten Layaknya Manusia? (Bagian II-Habis)

Sebelumnya Kantor Paten dan Merek Dagang AS serta hakim Federal Virginia, telah lebih dulu menolak permohonan pendaftaran paten DABUS, dengan alasan inventor atau penemunya adalah Artificial Inteligence (AI).

Dilansir Reuters (24/5/2023), SCOTUS memutus menolak pendaftaran paten atas penemuan yang diciptakan oleh sistem AI.

Putusan Mahkamah Agung AS menguatkan putusan pengadilan lebih rendah yang menyatakan bahwa paten di AS hanya dapat diberikan kepada inventor manusia atau orang-perseorangan.

Dr. Thaler beragumentasi kepada Mahkamah Agung bahwa AI digunakan untuk berinovasi di berbagai bidang, mulai dari obat-obatan hingga energi.

Menurut dia, penolakan paten yang dihasilkan oleh AI akan membatasi kemampuan sistem paten. Singkatnya, Ia juga menyinggung dampak terhadap inovasi dan kemajuan teknologi secara optimal.

Hal yang menarik, upaya hukum Dr. Thaler justru didukung oleh Profesor Hukum terkenal Harvard Lawrence Lessig dan akademisi lainnya. Mereka mengatakan bahwa putusan Federal Circuit membahayakan miliaran dollar dalam investasi saat ini, masa depan dan daya saing AS.

Putusan SCOTUS ini sejalan dengan sikap internasional saat ini, karena permohonan paten serupa telah ditolak di Australia, Jerman, Selandia Baru, Taiwan, Uni Eropa, Korea Selatan, Amerika dll.

Dr. Thaler memang tak pernah menyerah, ia juga menentang putusan Kantor Hak Cipta AS yang menolak perlindungan hak cipta untuk karya seni yang dibuat oleh DABUS.

Dilansir New York Times (15 /7/2023), Senat AS juga memberikan perhatian terhadap hal ini. Senat mengadakan pembahasan tentang AI dan paten.

Salah satu yang hadir adalah Dr. Ryan Abbott, seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Surrey di Inggris yang dikenal cenderung mendukung fenomena ini.

Menurut Dr. Abbott, yang juga seorang dokter dan pengajar di David Geffen School of Medicine di University of California, Los Angeles, hal ini berkorelasi dengan insentif yang tepat untuk era teknologi baru.

AI yang berkembang pesat, menurut Dr. Abbott, sangat berbeda dengan alat tradisional yang digunakan dalam penemuan, misalnya, pensil atau mikroskop. AI generatif juga merupakan generasi baru program komputer.

Hal ini tidak terbatas untuk melakukan hal-hal yang secara khusus diprogram untuk dilakukan. Namun menghasilkan hal yang tidak direncanakan, seperti yang dilakukan orang-perseorangan.

Hukum Indonesia

Bagaimana dengan hukum Indonesia? Saat ini kita memiliki UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten, yang keterkaitannya dapat dikemukakan sebagai berikut:

Pertama, paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya (pasal 1 angka 1)

Kedua, UU Paten lebih lanjut menjelaskan bahwa invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (pasal 1 angka 2)

Ketiga, inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum (Pasal 1 ngka 13).

Pengertian orang dalam UU Paten merujuk pada natuurlijk persoon, sehingga sulit untuk mengidentikan AI menjadi inventor atau subyek hukum paten karena AI bukan manusia atau orang perseorangan sebagai natuurlijk persoon.

Persoalan AI tidak bisa menjadi inventor bukan sebatas perdebatan normatif. Jika AI diakui sebagai inventor, maka realitas ini akan menjadi langkah awal pengakuan AI berkedudukan sama dengan manusia sebagai subjek hukum.

AI yang tidak memiliki rasa, tanpa kehendak dan bukan makhluk yang memiliki kapasitas kepemilikan, tidak selayaknya diakui sebagai inventor paten.

Sikap mengakui AI sebagai inventor akan menempatkan AI bukan sebagai “tools” yang membantu manusia, tetapi justru sebagai kompetitor manusia dalam menghasilkan teknologi baru berbasis kekayaan intelektual.

Jika ini terjadi, maka tak mustahil akan merambah ke sektor di luar kekayaan intelektual.

Reformulasi materi muatan UU Paten dan UU Hak Cipta karena masifnya transformasi digital tentu perlu dilakukan dengan kajian cermat dan mendalam. Mengingat AI juga sangat tergantung pada data yang dilatihkan kepadanya oleh manusia.

Penerapan perluasan prinsip hak ekonomi inventor yang menjangkau produk turunan yang dihasilkan AI dan platform digital, juga perlu dikaji secara cermat dan proporsional.

Perluasan hak ekonomi seperti itu pada gilirannya akan berdampak pada beban masyarakat pengguna.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/17/093000365/apakah-al-bisa-jadi-inventor-paten-layaknya-manusia-bagian-ii-habis-

Terkini Lainnya

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke