Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Firmansyah, Anak SD yang Viral Usai Disebut Pindah ke SLB karena Di-bully

Video tersebut pertama kali diunggah oleh pemilik akun TikTok ini, Selasa (30/5/2023).

"Ini untuk pelajaran orang tua termasuk saya sendiri yang punya anak masih sekolah. Selalu tanya awasi ajak bicara tentang keseharian anak kita. Tidak di desa di kota stop bullying," tulis pengunggah.

Dalam videonya, Satria Bagus, pemilik akun tersebut menanyai seorang bocah laki-laki yang berangkat sekolah bersama ayahnya.

Anak tersebut mengatakan ia pindah ke SLB karena diganggu temannya di SD.

Ayahnya menambahkan, buku anaknya sering disobek di sekolah. Meski sudah melaporkan ke guru, perundungan tetap terjadi.

Hingga Jumat (1/6/2023) pagi, video tersebut telah disukai 201.800 warganet dan mendapatkan 8.888 komentar.

Penjelasan penggunggah

Dilansir dari KompasTV, Rabu (31/5/2023), Satria Bagus mengklarifikasi bahwa anak tersebut pindah ke SLB karena memiliki tingkat Intellectual Quotient (IQ) yang tidak memungkinkannya meneruskan pendidikan di sekolah umum.

“Saya mendapatkan info kalau adek Firmansyah itu tidak bisa meneruskan ke sekolah umum kenapa, karena dia setelah tes psikolog atau tes IQ mendapatkan nilai 50,” jelasnya.

Ia melampirkan hasil psikotes anak usia 12 tahun itu yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Salatiga pada 5 April 2023.

Firman tinggal bersama keluarganya di Dusun Doplang 2, Desa Pakis, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Ayah Firman, Suwadi menjelaskan Firman pindah dari SD ke SLB karena "kurang pemikiran" atau mudah lupa saat belajar dibanding teman-temannya yang lain.

"Firman itu sekolah di SLB sudah empat tahun, sejak kelas dua hingga ini sudah kelas lima. Sebentar lagi kelas enam. Biar nanti SMP dan SMA di SLB juga," kata Suwadi.

"Gurunya bilang kondisi Firman, saya jadi tahu memang Firman kurang pemikiran. Sekarang setelah pindah sekolah, Firman menjadi lebih baik," katanya.

Suwadi mengaku hal itu tidak menjadi masalah baginya selama sang anak bisa tetap sekolah.

"Memang Firman ini ada kurang, tapi sekarang di SLB dia sudah nyaman, senang, temannya juga banyak. Dia sering lupa," tambahnya.

Suwadi mengatakan, anaknya aktif bersekolah, bermain bersama teman, bahkan mengaji di mushola.

Dalam kesehariannya, tidak ada yang aneh dengan anak bungsu dari tiga bersaudara ini.

"Biasa saja, bicara juga lancar. Setiap hari juga biasa, main dengan teman-temannya," kata dia.

Untuk berangkat sekolah, Suwadi mengaku setiap hari ia harus mengantar putranya berjalan kaki sejauh kurang lebih empat kilometer menuju sekolah. Meski begitu, Firman memiliki semangat belajar tinggi terlepas dari keadaannya.

"Ya capek tidak capek, kalau anaknya punya niat, kita orangtua mengantar saja," lanjut dia.

Saat ini, Suwadi mengaku tengah fokus dengan pendidikan Firman. Ini terutama karena hanya tinggal Firman anaknya yang masih bersekolah.

Kakaknya yang pertama sudah menikah. Sementara kakak kedua sudah lulus SMA. Selain anak sulungnya, mereka tinggal berempat di rumah tersebut.

Suwardi bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ia dibantu sang istri yang bekerja membuat besek untuk ikan dengan pendapatan sehari Rp 13.000.

"Lumayan masih bisa buat makan dan sekolah," paparnya.

Tidak di-bully

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang Jawa Tengah Sukaton Purtomo Priyatmo membantah kabar soal tindakan bullying yang diterima Firman.

"Teman-temannya hanya menyampaikan soal siswa tersebut yang tidak bisa baca tulis, sementara yang lain sudah bisa," ujarnya.

Menurutnya, Firman masuk sekolah negeri pada tahun ajaran 2018/2019 saat usia delapan tahun.

"Dia ternyata sulit adaptasi dan sulit menerima materi pelajaran, bahkan selama kelas satu tidak bisa menulis dan membaca. Karena kondisi tersebut, gurunya tidak memberi nilai terhadap siswa tersebut," ungkapnya.

Sukanto menyebut, karena Firman tidak punya nilai, siswa itu akhirnya tinggal kelas.

"Hingga memasuki tahun berikutnya, diketahui siswa masuk kategori inklusi dan orang tua diberi tahu kondisinya. Lalu diberi pemahaman, tetap sekolah negeri atau pindah ke SLB," jelas Sukaton.

Akhirnya, orang tua Firman memindahkan anaknya ke SLB sekitar empat tahun lalu.

"Ternyata di sana malah lebih baik dan berkembang. Siswa sudah mau belajar membaca dan menulis, perkembangan bagus karena ada perhatian selama sekolah di SLB," pungkas Sukanto.

(Sumber:Kompas.com/Dian Ade Permana | Editor:Khairina, Ardi Priyatno Utomo)

https://www.kompas.com/tren/read/2023/06/02/084500265/kisah-firmansyah-anak-sd-yang-viral-usai-disebut-pindah-ke-slb-karena-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke