Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pendidikan Bukan Komoditas

Kita mesti mengakui, pendidikan tinggi memang tidaklah murah. Kualitas dan biaya tentu berbanding lurus. Meski beasiswa tersebar seantero Nusantara, tetap saja masih ada yang sulit mengenyam bangku kuliah karena alasan ekonomi.

Ironisnya, masih ada oknum yang tega menjadikan perguruan tinggi sebagai komoditas bisnis, bahkan sebagai ladang korupsi. Peristiwa tertangkapnya seorang rektor perguruan tinggi karena dugaan suap mencoreng citra perguruan tinggi di Tanah Air dari segala penjuru sudut pandang. Kepercayaan publik pada perguruan tinggi runtuh.

Dengan keprihatinan mendalam, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan bahwa kejadian seorang rektor yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap menjadi pelajaran untuk melakukan perbaikan. (Kompas.com, 21/8/2022).

Kadung dipahami masyarakat bahwa perguruan tinggi sebagai tiket untuk karir yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih mapan. Masyarakat sering mengukur nilai perguruan tinggi dengan pendekatan ekonomi bisnis murni, sehingga menganggapnya tak ubah seperti komoditas lainnya.

Bahkan ada yang memandang nilai perguruan tinggi sebagai investasi yang akan mendapatakn return materi yang lebih tinggi di masa depan. Tak ada yang salah, tetapi akan berbahaya jika patokan kesuksesan diukur dengan pendekatan bisnis semata. Maka tak mengherankan, “suap menyuap” di lingkungan pendidikan bisa terjadi.

Perguruan tinggi sebagai tempat menempa peradaban

Tak salah memang menjadikan perguruan tinggi sebagai pijakan masa depan. Hanya saja kita terlena dan tak lagi memandang perguruan tinggi sebagai tempat menempa peradaban yang kokoh.

Prinsip “mencerdaskan kehidupan bangsa” sedikit demi sedikit memudar, yang tersisa hanya “mencerdaskan kaum berada”.

Pertanyaannya, tak pantaskah mereka yang tak berpunya memiliki kesetaraan pendidikan di negeri yang 20 persen anggaran negaranya dihabiskan untuk memajukan pendidikan?

Materi menjadi tolok ukur, sehingga pasti lebih masyarakat yang senang mengukur tentang berapa penghasilan rata-rata sarjana perguruan tinggi setelah lulus.

Hal ini wajar saja, sebab banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan gelar-gelar mentereng akademik. Lebih-lebih bagi orang tua yang memilih jalan pintas untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi ternama dengan biaya selangit. Mereka tak segan-segan menghabiskan banyak aset dan uang demi melihat anaknya kuliah di perguruan tinggi terbaik.

Namun, yang perlu digaris bawahi, asumsi pendidikan yang disamakan dengan komoditas menjadi sangat salah. Jika kita akan memperlakukan perguruan tinggi sebagai komoditas, setidaknya kita harus memahami esensi dari sifat ekonominya.

Jika anggapannya demikian, perguruan tinggi tak ubah seperti pasar yang juga membutuhkan "pembeli" untuk menjamin kelangsungan “dagangan” pendidikan dengan gelar sebagai “produk”.

Tentu saja tak elok didengar. Citra seperti ini sangat merusak. Jadi mari kita akui bahwa perguruan tinggi bukanlah komoditas dan tak layak dijadikan komoditas.

Seorang profesor perlu menginspirasi dan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk belajar. Perguruan tinggi yang baik seharusnya justru memberikan banyak bantuan kepada mahasiswa yang menghadapi tantangan dalam menyelesaikan pendidikan mereka dalam waktu yang wajar. Tidak malah dipersulit dan dijadikan “lahan” meraup kekayaan.

Bagaimanapun, keputusan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi adalah keputusan untuk melakukan investasi di masa depan mereka, investasi waktu dan uang. Yang tak ternilai dari perguruan tinggi adalah bahwa kita secara “merdeka” bisa menggunakan segenap kapasitas untuk berargumen, bahkan menjadi wadah kontribusi terhadap pengetahuan.

Fungsi berharga ini harus terjaga dari praktik-praktik kotor. Ini adalah tanggung jawab perguruan tinggi untuk menempatkan mahasiswa di lingkungan yang memberikan kesempatan yang sama.

Tentu saja kita tidak rela perguruan tinggi melahirkan bibit sumber daya manusia yang tak berempati, yang mengukur peradaban hanya dengan materi.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/25/103252865/pendidikan-bukan-komoditas

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke