Dilansir dari History, beberapa saat setelah Ariana Grande menyelesaikan lagu terakhir di konsernya, sebuah bom meledak di tempat itu.
Bom bunuh diri tersebut menewaskan 22 penonton konser dan melukai 116 lainnya.
Kelompok teroris ISIS mengaku bertanggung jawab atas insiden mengerikan tersebut.
Peristiwa bom bunuh diri itu merupakan tindakan terorisme paling mematikan di Inggris sejak pemboman metro London pada 2005.
Wajah kegembiraan para penonton konser seketika berubah menjadi kepanikan saat pecahan peluru dan api mengoyak kerumunan yang berusaha keluar dari tempat konser.
Saksi mata mengatakan, terdengar ledakan dan melihat kilatan cahaya saat bom bunuh diri itu meledak.
Pelaku bom bunuh diri
Lebih dari 240 panggilan darurat dilakukan. 60 ambulans dan 400 petugas polisi juga ikut mencari orang yang belum ditemukan oleh anggota keluarganya.
Korban termuda dari pemboman tersebut adalah Saffie Roussos, penduduk asli Lancashire yang masih berusia delapan tahun.
Pelaku bom bunuh diri tersebut kemudian terungkap bernama Salman Abedi yang berusia 22 tahun, seorang warga asli Manchester yang mempunyai darah Libya.
Menurut para penyelidik, Abedi diradikalisasi setelah menghabiskan waktu di Libya pada 2011.
Meskipun ia ditandai oleh dinas keamanan Inggris, Abedi bukan anggota dari kelompok teroris apa pun pada saat pemboman.
Bukti juga menunjukkan bahwa orang lain, termasuk saudara laki-laki Abedi, mengetahui rencananya, dan mungkin membantu melaksanakannya.
Setelah serangan itu, Ariana Grande melalui akun Twitter-nya men-twit "dari lubuk hati saya, saya sangat menyesal. saya tidak bisa berkata-kata."
Ia juga menulis pernyataan lebih panjang melalui akun Instagramnya, beberapa hari setelah kejadian tersebut.
Sebelas hari kemudian, Ariana Grande kembali ke Manchester untuk mengunjungi penggemar yang terluka dan keluarga para korban.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/22/103000765/hari-ini-dalam-sejarah--bom-bunuh-diri-di-manchester-arena-saat-konser