Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Badai Pasir Belakangan Sering Terjadi di Irak, Apa Sebabnya?

KOMPAS.com – Badai pasir kembali menerjang Irak pada Senin (16/5/2022).

Setidaknya 4.000 orang dirawat di rumah sakit karena mengalami masalah pernapasan akibat badai pasir yang melanda.

Selain itu, dikutip dari France24, badai pasir yang terjadi juga mengakibatkan penutupan bandara, sekolah, dan kantor polisi di seluruh negeri.

Badai pasir yang terjadi Senin lalu adalah yang kedelapan terhitung sejak pertengahan April lalu.

Badai pasir tersebut menyebabkan awan debu tebal menyelimuti ibu kota Irak, Baghdad dengan suasana sekitar menjadi berwarna oranye.

Lantas mengapa Irak belakangan kerap mengalami beberapa kali badai pasir?

Penyebab badai pasir Irak

Badai pasir sebenarnya bukan hanya terjadi di Irak, namun juga sejumlah wilayah di Timur Tengah.

Di UEA, peringatan datangnya badai juga muncul pada Rabu (18/5/2022), usai Abu Dhabi diselimuti badai debu.

Adapun di Arab Saudi, setidaknya 1.285 orang dirawat di rumah sakit di Riyadh akibat mengalami masalah pernapasan karena badai pasir.

Dikutip dari The National News, orang-orang di kawasan Teluk Arab kerap kali menyebut badai pasir dengan “Shamal” yang berarti angin utara.

Hal ini merujuk pada fenomena arah angin saat badai terjadi.

Meski demikian belum diketahui sepenuhnya mengenai apa penyebab badai.

Akan tetapi, sejumlah ahli mengaitkannya dengan deforestasi dan penggurunan.

Ahli dari Institut Timur Tengah Banafsheh Keynoush mengatakan, badai pasir sering berasal dari negara yang memiliki vegetasi terbatas.

Kondisi tersebut membuat angin kencang badai terbentuk dan terbawa ke area pemukiman karena tak adanya hambatan dari vegetasi.

Adapun sejumlah ahli lain di wilayah Iran dan Irak menilai, badai pasir mungkin diperparah akibat kesalahan pengelolaan sumber daya air di kedua negara itu.

Di mana di Iran dan Irak, sungai-sungai mengering sehingga frekuensi badai menjadi besar.

Sementara itu, ahli meteorologi di Pusat Prediksi Badai Pasir dan Debu Organisasi Meteorologi Dunia Enric Terradellas mengatakan, peningkatan frekuensi badai pasir disebabkan penurunan aliran sungai di Iran dan Irak karena adanya pembangunan bendungan.

“Salah satu sumber utama badai pasir dan debu adalah Irak, di mana aliran sungai berkurang karena perlombaan dalam pembangunan bendungan di kawasan hulu,” kata Terradellas.

Ia menyebut, hilangnya rawa-rawa dan mengeringnya danau serta sedimen yang tertinggal adalah sumber debu yang berperan menimbulkan badai pasir di wilayah itu.

Meskipun badai pasir yang terjadi telah mempengaruhi sektor kesehatan dan ekonomi wilayah tersebut, namun sejumlah ahli mengatakan badai tersebut membawa nutrisi dari Sahara.

“Debu mengandung nutrisi dan partikel kecil, ini memiliki dampak yang sangat positif bagi organisme mikroskopis mirip tumbuhan yang disebut fitoplankton yang hidup di laut," ujar Cecile Guieu, ilmuwan di Pusat Pemodelan Iklim Prototipe NYU Abu Dhabi.

Upaya pemerintah

Diketahui, sejumlah negara Timur Tengah saat ini mencoba mengatasi masalah badai pasir ini.

Arab Saudi memiliki rencana yang disebut “Inisiatif Hijau Saudi dan Inisiatif Timur Tengah Hijau” guna mengurangi emisi karbon 60 persen dengan cara menanam 50 miliar pohon.

Upaya penghijauan terbesar di dunia ini diharapkan bisa mengurangi terjadinya badai pasir di Arab Saudi maupun Timur Tengah.

Adapun UEA tengah berinvestasi dalam bidang teknologi yang berupaya menyiapkan negara itu menghadapi potensi badai pasir, salah satunya adalah peluncuran sistem prakiraan badai pasir secara real time pada 2016.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/19/160500465/badai-pasir-belakangan-sering-terjadi-di-irak-apa-sebabnya-

Terkini Lainnya

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke