Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Ibu Bunuh Anak di Brebes akibat Depresi, Apa Kata Psikolog?

Dikutip dari Kompas.com, Senin (21/3/2022), korban meninggal merupakan anak kedua pelaku yang berusia 7 tahun, ia ditemukan dengan luka di bagian leher.

Sementara itu, 2 anak yang selamat adalah anak sulung dan bungsu yang masing-masing berusia 10 dan 4,5 tahun. Meski selamat, kedua anak luka di leher dan dada.

Ketika diperiksa polisi, sang ibu beralasan ingin menyelamatkan anaknya dan tidak ingin mereka merasakan apa yang saat ini dijalaninya.

"Saya cuman mau tobat, sebelum saya mati. Saya cuman mau menyelamatkan anak-anak biar enggak dibentak-bentak,” ungkap KU di balik jeruji tahanan, terekam dalam sebuah video yang beredar di media sosial.

Lantas, bagaimana tanggapan ahli dari sisi psikologi?

Tanggapan psikolog

Psikolog dari Ohana Space Maria Puspita menyebut, seorang perempuan yang sudah berkeluarga memang rawan menderita depresi, akibat permasalahan kompleks yang menderanya.

Ada beragam masalah yang harus dihadapi sebagai sepasang suami istri. Terlebih, jika dalam rumah tangga tersebut sudah terdapat anak.

"Perlu dipahami kondisi individu tersebut. Tekanan dan situasi apa saja yang ia miliki. Misalnya apakah individu tersebut siap secara fisik maupun mental untuk menikah dan memiliki anak. Ketidaksiapan dari individu bisa menimbulkan tekanan ketika ia menjalani peran-perannya pada saat menikah dan memiliki anak," ujar dia, saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/3/2022).

Maria menjelaskan, perempuan ketika sudah berkeluarga dan memiliki anak akan menjalankan peran yang ganda, bahkan lebih dalam waktu yang bersamaan.

Mulai dari peran istri, ibu, anggota masyarakat, hingga pekerja (jika memang bekerja).

"Peran ganda yang dimiliki perempuan ini dapat menambah tekanan yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya," kata Maria.

Menanggung beban berat, tetapi tidak jarang mereka urung mendapatkan dukungan orang-orang terdekatnya, misalnya suami, orang tua/mertua, tetangga, dan lain sebagainya.

Tidak adanya dukungan ini bisa membuat tekanan yang dirasakan oleh dia menjadi lebih berat dari yang semestinya.

Kondisi ini bisa membuat mentalnya jatuh, ia akan merasa sendiri dalam kondisi yang berat dan tidak ada pihak yang menguatkannya.

Selain hal-hal di atas, depresi pada seorang perempuan berkeluarga bisa didorong oleh pengalaman di masa lalu yang belum terselesaikan.

Mungkin trauma akan suatu peristiwa, misalnya konflik antara ibu dan ayahnya, mendapat kekerasan fisik dari orang di sekitar, menjadi korban perundungan semasa sekolah, dan sebagainya.

"Dapat berpengaruh pada bagaimana individu tersebut memandang dirinya, situasi, maupun kehidupannya," ucap dia.

Apa yang harus dilakukan?

Maria mengatakan, seseorang yang terdeteksi mengalami depresi, mereka perlu dirangkul juga diberikan tempat yang nyaman.

"Dukungan dari lingkungan terutama dari orang-orang terdekat sangat penting untuk dapat memahami situasi dan kondisi dari perempuan dengan berbagai peran yang dimiliki. Dengan adanya dukungan dari lingkungan, dapat meringankan beban tugas dan tekanan psikis yang dialami oleh perempuan," papar Maria.

Apabila ada kecenderungan pemikiran atau tindakan membahayakan diri maupun orang lain, orang di sekitar wajib mengarahkan yang bersangkutan agar segera mendapatkan pertolongan.

Dalam hal ini, termasuk pertolongan profesional, demi memastikan keselamatan dan keamanan sang ibu juga anak yang ada di bawah pengasuhannya.

"Bila membutuhkan bantuan profesional, keluarga juga dapat membantu mengarahkan dan mendukung individu untuk menjalani proses pemulihan," ungkap dia.

Maria menekankan bahwa tindakan menyakiti diri atau orang lain akibat depresi, sesungguhnya tidak datang hanya karena satu atau dua masalah saja.

Seorang istri dengan masalah finansial atau memiliki anak yang bandel, misalnya belum tentu akan melakukan hal nekat dan di luar logika.

Akan tetapi, ketika perempuan ini menghadapi masalah, tidak siap mental, tidak mendapat dukungan psikis, dan pengalaman masa lalu tidak menyenangkan, maka semua kemungkinan bisa terjadi.

"Iya betul. Banyak hal yang bisa mendasari sehingga ketika kita mendengar ada suatu kasus jangan juga langsung menghakimi. Bukan untuk membenarkan tindakannya. Tapi untuk berusaha memahami situasi yang terjadi," sebut Maria.

Masalah keterbatasan finansial, sulitnya mendidik anak, pasangan yang tidak bisa diajak bekerja sama atau bahkan berselingkuh, dan sebagainya adalah masalah yang lumrah ditemukan.

Artinya, tidak hanya satu orang saja yang mengalaminya dalam hidup.

Namun, tak semua orang yang mendapatkan masalah akan berujung pada depresi. Terkait hal ini, Maria menyebut, karena penghayatan setiap orang akan suatu masalah itu berbeda-beda.

"Setiap orang memiliki ketahanannya masing-masing dalam mengahadapi permasalahan. Pendalamannya/penghayatan terhadap suatu kejadian bersifat personal, yang bisa berbeda-beda setiap orang," sebutnya.

Menyikapi hal itu, kepekaan lingkungan yang harus terbentuk.

"Yang lebih penting untuk dilakukan bagaimana sebagai individu ditengah masyarakat bisa lebih peka untuk melihat orang-orang yang membutuhkan bantuan dan menciptakan ruang yang aman tanpa penghakiman, diskriminasi. Ruang yang aman ini sangat penting untuk mendukung individu yang mengalami depresi dalam proses pemulihan yang mereka lakukan," pungkas Maria.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/22/160000165/kasus-ibu-bunuh-anak-di-brebes-akibat-depresi-apa-kata-psikolog-

Terkini Lainnya

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke