Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penjelasan Ahli ITB dan BMKG soal Tsunami Selat Sunda yang Dapat Menerjang Jakarta

KOMPAS.com - Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, mengingatkan potensi tsunami hingga 20 meter di selatan Jawa.

Berdasarkan hasil pemodelan, gelombang tsunami dapat menerjang pesisir Jakarta hingga ketinggian 1,5 meter.

Berdasarkan hasil simulasi model, run up tsunami dapat mencapai sebagian besar Pluit, Ancol, Gunung Sahari, Kota Tua, hingga Gajah Mada.

"Kalau kami perhatikan modelnya ternyata nyaris menyentuh Istana," ungkap Heri dikutip dari Kompas.com (20/8/2021). 

Kapan kemungkinan terjadinya tsunami?

Disinggung mengenai kemungkinan potensi munculnya tsunami tersebut, Heri menjelaskan, hingga kini belum ada ilmuwan yang bisa memprediksi kapan datangnya gempa.

Hal itu karena itu tsunami akibat gempa megathrust tidak bisa diprediksi kapan waktunya.

Namun, karena gempa bumi sifatnya berulang, sehingga gempa yang telah terjadi akan terjadi lagi di masa kini dan yang akan datang. Secara bahasa keilmuannya disebut earthquake cycle.

"Bisa besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, bisa kapan saja," ujar Heri saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler, Kamis (20/8/2021) malam.

Megathrust ini dapat menghasilkan gempa dengan kekuatan sangat besar dan saat ini tengah berada di ujung siklus atau perulangan.

"Dengan kata lain berpeluang terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi," tutur dia.

Pihaknya juga menjelaskan, data GNSS (Global Navigation Satellite System) mengkonfirmasi adanya akumulasi energi di bagian megathrust Selat Sunda hingga Pelabuhan Ratu dan selatan Parangtritis hingga selatan Pantai Jawa Timur.

"Jika gempa terjadi kekuatannya dapat mencapai 8.7 Mw hingga 9.0 Mw dan bisa jadi diikuti tsunami hingga 20 meter tingginya," ucap dia.


Penjelasan ahli BMKG

Sementara itu di sisi lain, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga melakukan pemodelan tsunami, untuk mengetahui apakah tsunami akibat gempa megathrust Selat Sunda dapat mencapai Jakarta.

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, mengatakan, pemodelan tsunami Selat Sunda akibat gempa magnitudo 8,7 yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa tsunami dapat mencapai pantai Jakarta.

"Pemodelan tsunami diukur dari muka air laut rata-rata (mean sea level)" tulis Daryono di Facebook, Jumat (20/8/2021).

"Kajian potensi bahaya dengan menggunakan skenario terburuk penting untuk rujukan mitigasi, jadi kita ambil pahitnya agar kita lebih siap, meski kapan terjadinya tidak ada yang tahu, bahkan bisa jadi skenario terburuk tersebut belum tentu terjadi," kata Daryono.

Kompas.com telah mendapatkan izin dari Daryono pada Sabtu (21/8/2021) untuk mengutip unggahannya di Facebook.

Pemodelan tsunami Jakarta

Sebagai catatan, Daryono mengingatkan bahwa pemodelan tsunami memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang sangat tinggi.

Ketidakpastian itu disebabkan oleh persamaan pemodelan sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan.

Berikut hasil pemodelan BMKG mengenai tsunami Selat Sunda yang mencapai pantai Jakarta akibat gempa magnitudo 8,7.

Tsunami bisa mencapai Jakarta

Daryono menjelaskan, tsunami di Selat Sunda dapat dipicu oleh erupsi gunungapi dan gempa tektonik yang bersumber di zona megathrust.

Berdasarkan catatan sejarah, tsunami akibat erupsi Gunung Krakatau pada 1883 mampu menjangkau Pantai Jakarta karena tinggi tsunami di sumbernya lebih dari 30 meter.

Sementara tsunami pada 2018 lebih kecil sehingga tidak sampai Jakarta.


Tsunami 3 jam setelah gempa

Daryono menjelaskan, hasil pemodelan BMKG menunjukkan, tsunami Selat Sunda dapat mencapai pantai Jakarta dalam waktu sekitar 3 jam setelah terjadinya gempa.

Dari pemodelan tersebut, tsunami dengan tinggi 0,5 meter terjadi di wilayah Kapuk Muara-Kamal Muara.

Sedangkan wilayah Ancol-Tanjung Priok mengalami tsunami dengan ketinggian 0,6 meter.

"Dalam kasus terburuk, jika tsunami terjadi saat pasang, maka tinggi tsunami dapat bertambah," jelas Daryono.

"Selain itu, ketinggian tsunami juga dapat bertambah jika pesisir Jakarta sudah mengalami penurunan permukaan (subsiden)" imbuhnya.

Tsunami Batavia 1883

Daryono menjelaskan, tsunami pernah melanda pantai Jakarta, yang waktu itu masih bernama Batavia, akibat erupsi katastropik Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883.

Menurut Daryono, erupsi katastropik ini menyebabkan runtuhnya badan Gunung Krakatau ke laut serta terjadinya kontak material erupsi dengan air laut, sehingga memicu tsunami dengan ketinggian lebih dari 30 meter.

"Dahsyatnya tsunami mampu menimbulkan kerusakan di Pulau Onrust yang merupakan bagian gugus pulau di Kepulauan Seribu," jelas Daryono.

Ia menyebutkan, sejak 1848, Pulau Onrust dan sekitarnya difungsikan pemerintah kolonial Belanda sebagai Pangkalan Angkatan Laut.

"Namun sarana ini rusak berat diterjang tsunami tahun 1883," ujar Daryono.

Selain menerjang pulau Onrust, tsunami juga menerjang pantai Batavia.

Daryono mengatakan, gambaran pantai Batavia dan Tanjung Priok yang dilanda tsunami saat itu diberitakan secara terperinci oleh surat kabar Bataviaasch Handelsblad yang terbit pada 28 Agustus 1883.

"Tsunami dilaporkan membanjiri daratan dan menghempaskan perahu-perahu di pantai," kata Daryono. 


Tenggelamkan kapal

Tak hanya itu, tsunami juga menimbulkan kekacauan di pelabuhan Tanjung Priok hingga menenggelamkan dua kapal.

Dampak tsunami tersebut juga merusak beberapa jembatan yang berada di dekat muara sungai di Batavia.

"Fakta tsunami 1883 menjadi dasar bahwa tsunami dahsyat di Selat Sunda dapat berdampak hingga pantai Jakarta," kata Daryono.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/21/122500365/penjelasan-ahli-itb-dan-bmkg-soal-tsunami-selat-sunda-yang-dapat-menerjang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke