Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal Dugaan Babi Ngepet di Depok, Berikut Asal Mula Mitosnya

KOMPAS.com - Penangkapan seekor babi oleh warga Kota Depok, Jawa Barat yang disebut-sebut sebagai jelmaan babi ngepet, ramai diperbincangkan warganet. 

Masyarakat RT 02 RW 04 Bedahan, Sawangan, Kota Depok itu beramai-ramai menangkap babi itu pada Selasa (27/4/2021) dini hari.

Dikutip dari Kompas.tv (28/4/2021) Ketua RW 4 Bedahan Abdul Rosad mengaku bahwa babi ngepet itu kerap meresahkan warga. Uang warga, termasuk dirinya kerap hilang.

Sebelumnya warga selalu berusaha menangkap babi ngepet itu, tetapi gagal. Namun kali ini, warga bekerja sama menangkap babi itu dengan sama-sama mematikan lampu rumah.

“Jadi memang benar-benar jelas. Itu mulai dari dia jubah hitam sampai dia berubah ngepet, jelas. Sampai dia berubah wujud jadi babi, itu warga sudah ngintip semua dari rumah masing-masing, gitu,” ujar Abdul Rosad.

Pihaknya juga mengaku, warga ramai-ramai bugil agar bisa menangkap babi ngepet itu.

Hal ini karena mereka percaya babi ngepet itu tak bisa terlihat atau tertangkap saat warga masih mengenakan pakaian lengkap.

Mitos babi ngepet

Mitos mengenai adanya babi ngepet memang bukan hal asing bagi masyarakat Indonesia, terutama di kalangan suku Sunda dan suku Jawa.

Lantas, bagaimana asal mula mitos pesugihan babi ngepet di Indonesia?

Dosen Fakultas Ilmu Bidaya Universitas Indonesia (UI), Dr Sunu Wasono mengatakan, mitos mengenai jenis-jenis pesugihan bermacam-macam dan nama jenis pesugihan tiap daerah berbeda-beda.

"Pada masyarakat jawa, jenis pesugihan babi ngepet sepertinya tidak dikenal atau setidaknya kurang populer," ujar Sunu saat dihubungi Kompas.com, Rabu, (28/4/2021).

Ia justru mengatakan, jenis pesugihan yang lebih populer di Jawa adalah tuyul, yang juga dipercaya bisa mencuri uang.

Namun, prinsip bahwa menjadi kaya bisa dilakukan dengan bantuan pesugihan itu berlaku pada masyarakat mana saja yang meyakini mitos tersebut.

"Di Jawa ada jenis pesugihan yang memanfaatkan binatang siluman seperti babi itu. Orang Jawa menyebut celeng. Selain celeng, ada juga binatang siluman lain seperti kera, kerbau, dan jenis lainnya. Bahkan, ular dan tikus," lanjut dia.

Asal-usul pesugihan

Mitos mengenai babi ngepet dan sejumlah pesugihan lainnya pernah diteliti oleh Clifford James Geertz, seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. 

Dia melakukan pendekatan partisipatoris dalam melakukan penelitian itu di sejumlah wilayah di Jawa, terutama Jawa Timur. 

"Fokus penelitiannya tidak khusus tentang pesugihan. Apa yang disampaikannya dalam bukunya merupakan hasil peneltiannya bersama sejumlah muridnya di daerah Jawa Timur," ujar Sunu.

Dalam makalah "Cerita-Cerita Pesugihan di Jawa" yang ditulis oleh Mashuri, dijelaskan bahwa cerita pesugihan di beberapa tempat selalu dikaitkan dengan hewan luar biasa, karena dalam ngelmu pesugihan selalu mengadopsi kekuatan hewan.

Geertz (1983) mencatat ada babi hutan atau babi ngepet, ama menthek, dan kebleg.

Sementara itu antropolog lainnya John Pemberton (2003) mencatat ada dua jenis hewan yang juga jadi mitos pesugihan di Jawa yaitu bulus di pesugihan Bulus Jimbung Klaten, dan harimau jadi-jadian di Setra Kombor Wonogiri.

Menurut Geertz, dia menggolongkan pesugihan sebagai semacam sihir, tenung, atau santet.

Penelitian mitos babi ngepet

Soal pesugihan babi jadi-jadian atau babi ngepet ini, Cliford Geertz adalah salah seorang yang mencatat keberadaan mitosnya dari hasil penelitian pada dekade 1950.

Geertz tinggal di sebuah desa di Kediri, Jawa Timur pada 1952. Lalu, ia meneliti masyarakat Bali pada 1957 hingga 1958.

Hasil penelitian itu dituliskan dalam buku History of Java atau Abangan, Santri, dan Priyayi.

Geertz mencatat, pesugihan babi hutan itu terkenal sebagai babi ngepet, ama menthek, dan kebleg.

Budaya Jawa dan Nusantara sendiri mengenal babi sebagai sumber protein hewani.

Melansir Historia, masyarakat Jawa di zaman Majapahit, orang Dayak Ngaju, hingga orang Makassar abad ke-16 biasa makan babi.

Celeng dan celengan

Suku Jawa sendiri mengenal istilah celengan yang terkait dengan babi hutan atau celeng dalam bahasa Jawa.

“Kita masih belum tahu apakah kata-kata tersebut (celengan, red) ada hubungan dengan kata celeng yang berarti babi hutan,” tulis arkeolog Supratikno Rahardjo dalam "Monumen: Karya Persembahan untuk Prof. Dr. R. Soekmono".

Supratikno menyebut tak menutup kemungkinan ada hubungan antara celengan dengan mitos babi ngepet atau celeng daden (babi jadi-jadian).

Sebab keyakinan yang ada selama ini bahwa babi ngepet dapat mencuri uang warga dengan cara menggesek-gesekkan tubuhnya di sekitar rumah korban.

Ritual babi ngepet ini melibatkan dua orang. Satu orang dapat menjelma menjadi babi dengan mengenakan jubah hitam.

Sementara, satu orang lain berperan menjaga lilin. Tugas penjaga adalah mematikan lilin, bila si babi jadi-jadian berada dalam bahaya. Hal itu agar babi itu dapat kembali menjadi manusia.

Ukuran babi mengecil

Disebutkan bahwa babi ayng tertangkap di Depok tersebut ukurannya bisa mengecil dari bentuk sebelumnya. 

Terkait hal itu, peneliti Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), (LIPI), Taufik Purna Nugraha menjelaskan, tidak menutup kemungkinan seekor babi bisa mengalami perubahan ukuran tubuh, termasuk mengecil.

Namun menurut dia perubahan ukuran itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apalagi hanya dalam hitungan jam.

"Kalau secara ilmiah tidak mungkin (babi mengecil dalam hitungan jam)," kata Opik, sapaan akrab Taufik, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/4/2021).

Opik menjelaskan, perubahan ukuran pada hewan membutuhkan waktu yang cukup lama, karena adanya perubahan massa otot dan lemak dari dalam tubuhnya.

Kondisi ini sama halnya dengan manusia yang menjalani diet tertentu, tubuhnya bisa mengecil seiring efek yang didapat dari diet tersebut. 

https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/29/082900365/ramai-soal-dugaan-babi-ngepet-di-depok-berikut-asal-mula-mitosnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke