Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cek, Ini Gejala Pandemic Fatigue Covid-19 dan Cara Mencegahnya

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berjalan selama lebih dari 10 bulan, dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir.

Bahkan update laporan Satgas Covid-19, Rabu (13/1/2021), Indonesia kembali mencatatkan sejumlah rekor. 

Mulai dari rekor kasus harian, rekor korban meninggal harian dan rekor kasus aktif harian. Total kasus infeksi Covid-19 dilaporkan sebanyak 858.043 orang. 

Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, sejak minggu ke-3 September hingga minggu ke-4 Desember 2020, persentase kepatuhan memakai masker menurun sebanyak 28 persen.

Kemudian, kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan menurun 20,6 persen. Hal ini, berkontribusi pada kenaikan kasus positif pada periode Oktober-Desember 2020 hingga sebesar 113 persen.

Penyebab menurunnya tingkat kepatuhan pada protokol kesehatan ini diarahkan pada suatu kondisi yang disebut sebagai kelelahan pandemi atau Pandemic fatigue.

Apa itu Pandemic fatigue?  

Ketua Prodi Spesialis Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Natalia Widiasih Raharjanti mengatakan, pandemic fatigue adalah suatu respons yang sangat normal dan natural, serta bisa terjadi pada siapa saja.

Menurut Natalia, pandemi yang telah berlangsung selama 10 bulan di Indonesia menjadi salah satu faktor pendorong munculnya pandemic fatigue.

Dengan pandemi yang telah berlangsung begitu lama, menurut Natalia wajar jika kemudian sesorang mulai merasakan burnout, terlebih banyak aktivitas yang sebelumnya bisa dilakukan secara normal kini harus dibatasi.

Burnout adalah kondisi kelelahan mental dan fisik, yang dialami oleh seseorang karena adanya stres yang berkepanjangan.

"Kerjaan juga di rumah. Meskipun di rumah, tetep kerja juga, dari pagi sampai malem," kata Natalia, dikutip dari video YouTube BNPB, Minggu (10/1/2021).

"Belum lagi kalau rumahnya kecil, terus mesti WFH semua. Berbagi space, itu pun bisa bikin bertengkar," imbuhnya.

Gejala pandemic fatigue

Natalia mengatakan, gejala pandemi fatigue bisa sangat bermacam-macam, dan bervariasi antara satu orang dengan orang lain.

"Ada yang kalau udah lelah, karena tadinya dia orang yang sangat tertib tiba-tiba dia lihat semua orang sembarangan, ya udah deh apatis," kata Natalia.

"Atau dia justru sangat tegang dan sangat perfeksionis, dia justru bisa jadi hyper-criticism," imbuhnya.

Menurut Natalia, respons pandemic fatigue tia-tiap orang bisa berbeda-beda, bergantung pada situasi yang sedang dihadapi oleh masing-masing individu.

"Apakah kita di situasi cemas nih, atau kita sudah di zona belajar? Kita semua, di situasi pandemi ini, lagi belajar. Nah, namanya belajar, motivasi kita naik turun tuh," ujar Natalia.

"Naik turunnya, tentunya dipengaruhi oleh kepribadian, pengetahuan, dan cara melihat masalah. Kalau tipenya melihat masalah secara negatif terus, tentunya akan membuat menjadi mudah lelah," imbuhnya.

Terjebak bias kognitif

Natalia mengatakan, seseorang akan lebih termovitasi untuk menerapkan protokol kesehatan kalau dia merasa ada lebih banyak keuntungan yang diperoleh jika menerapkan hal itu.

"Lebih banyak untungnya dia pakai masker, lebih banyak untungnya dia gak ketemu temen. Nah, tapi di saat yang sama kita juga perlu lihat, setiap orang menurut Maslow (pakar psikologi), kebutuhannya masih di mana?" kata Natalia.

"Apakah masih di kebutuhan fisik? Atau sudah memikirkan kebutuhan mental orang banyak nih? Atau justru dia ingin mengaktualisasikan diri?" imbuhnya.

Menurut Natalia, cara berpikir yang salah bisa menjauhkan seseorang dari penerapan perilaku protektif (adaptif), dan justur jatuh ke fatigue (maladaptive).

"Di situasi itu (fatigue) yang namanya bias kognitif, kita jadi berpikir 'Wah udah ada vaksin, udah lebih aman nih'. Akhirnya kita enggak mau lagi (protokol kesehatan)," kata Natalia.

"Karena kita udah capek, maunya yang instan, maunya yang cepet kita kontrol. Akhirnya bebas, ngumpul-ngumpul lagi, pesta lagi," imbuhnya.

Bagaimana mencegah pandemic fatigue?

Natalia mengatakan, untuk mencegah sesorang jatuh ke dalam situasi pandemic fatigue, perlu ditanamkan pemahaman bahwa penerapan protokol kesehatan pasti memiliki manfaat.

Kemudian, agar emosi tetap stabil di masa pandemi yang melelahkan ini, Natalia menyebut ada beberapa cara yang bisa dilakukan.

"Harus menjaga fisik kita dulu. Menjaga pola tidur, menjaga pola makan, olahraga," kata Natalia.

Selain itu, yang perlu dilakukan juga adalah mengenali apakah ada tanda-tanda kelelahan yang sudah muncul, misalnya menjadi lebih sensitif, dan mudah marah-marah tanpa sebab.

"Begitu ada tanda-tanda itu, kita masuk ke step selanjutnya, yaitu kita mulai istirahat. Jangan melakukan apapun dulu, mungkin ini waktunya kita lelah. Jadi yang namanya lelah harus istirahat," kata Natalia.

"Paling bagus, paling murah itu tidur, makan teratur, olahraga," imbuhnya.

Sulit tidur

Natalia juga menyebut, dalam kondisi tertentu, ketika seseorang mengalami kelelahan, yang terjadi adalah hormon kortisol naik sehingga membuat tubuh tidak bisa tidur atau diistirahatkan.

Natalia mengatakan, jika hal itu terjadi maka tubuh perlu rileks. Dia menyebut, cara untuk rileks pada setiap orang berbeda-beda.

"Temukan cara yang membuat kita rileks. Setelah rileks baru kita mengenali nih, apa sumber kecemasan kita," kata Natalia.

Natalia menyebut sumber kecemasan terhadap kondisi pandemi bisa muncul dari berbagai hal, salah satunya adalah konsumsi berlebih pada berita-berita yang sifatnya negatif dan tidak terbukti kebenarannya, seperti hoax.

"Misalnya imunisasi nih, 'Wah katanya ada yang lumpuh' 'Katanya ada yang ini'. Itu istilahnya doomscrolling, bahwa ketika kita mencari berita-berita yang sifatnya menambah kecemasan, itu yang harus kita stop. Karena dengan itu, akan lebih mudah melatih pikiran kita untuk tetap positif," kata Natalia.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/13/200000265/cek-ini-gejala-pandemic-fatigue-covid-19-dan-cara-mencegahnya

Terkini Lainnya

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Tren
Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Tren
7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

Tren
Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke