Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Presiden Minta Libur Akhir Tahun Dikurangi, Epidemiolog: Jangan Didukung Diskon Tiket!

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta jatah libur akhir tahun dan pengganti cuti Idul Fitri pada Desember dikurangi.

Hal itu bertujuan agar masyarakat tak berbondong-bondong pergi berlibur sehingga menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.

Instruksi Jokowi itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11/2020).

Selanjutnya, teknis pengurangan jatah libur dan cuti tersebut dibahas oleh Muhadjir bersama para menteri dan kepala lembaga negara terkait dalam sebuah rapat koordinasi.

Muhadjir mengatakan, Jokowi berpesan agar segala cara dilakukan untuk mencegah terjadinya kerumunan, termasuk mengurangi jatah libur dan cuti. Pemerintah tak ingin kasus Covid-19 kembali meningkat.

Bagaimana tanggapan epidemiolog?

Setuju dikurangi, asal...

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mengatakan, pihaknya mengapresiasi kebijakan tersebut dan memiliki pandangan yang sama seperti Presiden Jokowi.

Menurut dia, libur panjang akhir tahun dan pengganti cuti Idul Fitri pada Desember nanti seharusnya memang dikurangi.

Bahkan Dicky menyarankan kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk juga membatasi pergerakan dari masyarakat.

"Saya setuju untuk dikurangi saja libur-libur itu, tetapi juga perlu dibatasi pergerakan dari masyarakat," ucap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/11/2020) pagi.

"Ini harusnya di sektor-sektor perhubungan harusnya memperkuat kebijakan ini. Bukan malah memberikan diskon-diskon tiket dan kemudahan-kemudahan dalam perjalanan ke luar kota. Jangan didukung dengan adanya diskon tiket," tegas Dicky.

Apabila diskon dan kemudahan dalam perjalanan tetap diberikan, hal itu justru tidak sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi.

Tidak pergi ke luar kota

Lebih lanjut dalam situasi seperti saat ini, Dicky menyarankan kepada masyarakat untuk tidak bepergian ke luar kota terlebih dahulu.

Sebaliknya, masyarakat sebisa mungkin untuk berada di rumah atau jika terpaksa keluar, usahakan masih di dalam kota.

"Agar tidak memiliki potensi membawa atau tertular virus Covid-19 ini, lebih disarankan begitu dan menghindari bepergian ke luar kota dulu," ujar Dicky.

Oleh karena itu, pemerintah daerah setempat harus memberikan informasi kepada masyarakatnya mengenai tempat mana saja yang aman untuk dikunjungi.

Sehingga, masyarakat memiliki pandangan atau pilihan ke mana mereka akan pergi untuk beraktivitas di wilayahnya.

"Usahakan yang ada di luar ruangan atau outdoor. Sembari terus mengedukasi supaya masyarakat tidak keluar daerah dan juga tetap menjaga upaya-upaya pencegahan mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak (3M)," katanya.

Dicky menambahkan, setiap pemerintah daerah juga wajib untuk mengaktifkan strategi 3T, baik sebelum, selama, dan sesudah libur maupun tidak.

"Pemerintah daerah itu wajib aktifkan strategi testing, tracing, dan treatment (3T)," lanjutnya.

Tren kasus meningkat setelah libur panjang

Saat ditanyakan apakah setelah libur panjang berdampak pada penambahan kasus Covid-19 yang tajam, Dicky membenarkan hal tersebut.

Menurut dia, libur panjang memang berkontribusi pada semakin meningkatnya jumlah kasus baru Covid-19.

"Trennya dari setiap pasca libur panjang semakin meningkat kontribusi terhadap kenaikan kasus baru, kesakitan dan pada gilirannya angka kematian," ungkap Dicky.

Hal tersebut terbilang logis karena sesuai dnegan pertumbuhan kasus secara eksponensial dan juga tes positivity rate yang selalu sangat tinggi.

"Ini logis sesuai dengan pertumbuhan kasus secara eksponensial dan juga tes positivity rate kita yang selalu sangat tinggi, lebih dari 10 persen selama 9 bulan," lanjutnya.

Bukan hanya libur panjang, tekan Dicky, setiap kejadian mobilisasi massa yang besar tentu akan sangat berpotensi dalam kenaikan kasus.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/25/093221865/presiden-minta-libur-akhir-tahun-dikurangi-epidemiolog-jangan-didukung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke