KOMPAS.com - Kabar baik datang pada pekan ini ketika pengembang vaksin Covid-19 Pfizer Inc dan BioNTech SE mengumumkan data awal yang menunjukkan keefektifan vaksin mereka mencapai lebih dari 90 persen.
Sehari kemudian, Rusia mengumumkan efektivitas kandidat vaksin Sputnik V mencapai 92 persen, berdasarkan data yang lebih kecil.
Dalam kasus Pfizer, mereka menunggu hingga 94 sukarelawan dalam uji klinis tahap akhir terhadap lebih dari 43.500 orang.
Dari jumlah itu, separuh di antaranya mendapatkan vaksin, sedangkan sisanya mendapat plasebo.
Untuk kemanjuran 90 persen lebih, tidak lebih dari delapan orang di antara mereka yang dites positif telah menerima vaksin dan sisanya menerima plasebo.
"Secara kasar, itu mungkin sekitar 8 hingga 86 kasus pada kelompok yang diobati dan kelompok plasebo," kata seorang profesor di Cambridge dan pakar statistika David Spiegelhalter, dilansir dari Reuters, Sabtu (14/11/2020).
"Anda tidak perlu banyak analisis statistik yang rumit untuk menunjukkan bahwa ini sangat mengesankan," lanjut dia.
Di Rusia, Sputnik-V mencapai angka kemanjuran 92 persen awal berdasarkan 20 penyakit pada 16.000 sukarelawan saat uji coba tahap akhir berlangsung.
Targetnya, mereka bertujuan menjangkau 40.000 sukarelawan.
Dari 16.000 sukarelawan yang diuji coba, sekitar seperempat di antaranya mendapat plasebo.
"Ini menunjukkan bahwa ada beberapa efek, tetapi tidak cukup untuk memperkirakan besarnya," kata Spiegelhalter.
Berapa banyak yang harus sakit?
Menurut beberapa ahli, idealnya 150 hingga 160 orang dalam percobaan yang melibatkan pukuhan ribu peserta, harus sakit sebelum membuat penilaian yang dapat diandalkan tentang kemajuan vaksin.
"Tidak ada standar peraturan yang membutuhkan X jumlah kejadian untuk membuat keputusan yang dapat diandalkan," kata Organisasi Uji Coba Klinik Swiss yang didanai pemerintah.
Selain itu, besarnya infeksi harus dilihat kaitannya dengan penyakit dan profil risikonya. Hal ini lebih pada evaluasi kasus per kasus.
Biasanya, regulator berusaha untuk memiliki setidaknya 95 persen kepastian.
Dalam uji coba Pfizer dan BioNTech, mereka merencanakan analisis akhir ketika 164 orang jatuh sakit, dengan beberapa analisis sementara yang telah direncanakan sebelumnya.
Bagaimana hasil ini untuk penyakit lain?
Dalam uji coba obat normal, untuk penyakit seperti kanker stadium akhir, manfaat obat baru mungkin kurang terlihat.
Untuk vaksin, perlindungan marjinal tidak memadai dan WHO setidaknya ingin melihat setidaknya 70 persen kemanjuran dalam uji coba.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menginginkan setidaknya 50 persen.
Kemanjuran 90 persen yang dilaporkan dalam uji coba Pfizer dan Rusia mengalahkan itu, dan tampaknya melebihi vaksin flu biasa yang diperkirakan mengurangi risiko penyakit hingga 40 sampai 60 persen.
Meski data sementara cukup menjanjikan, tetapi vaksinasi massal menghadirkan rintangan baru, khususnya untuk vaksin mRNA, seperti Pfizer dan BioNTech yang harus disimpan dan dikirim pada suhu minus 70 derajat celcius.
Selain itu, vaksin Pfizer-BioNTech membutuhkan dua dosis, idealnya berjarak 21 hari. Jika tidak mengikuti jadwal, hal itu dapat mempengaruhi kemanjuran vaksin.
Perlindungan terhadap penyakit gondongan, misalnya, turun dari hampir 90 persen menjadi 78 persen, jika orang tidak mendapatkan suntikan lanjutan.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/15/071000965/penjelasan-soal-efektivitas-vaksin-covid-19-yang-diklaim-melebihi-90-persen