Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: 26 September 1997, Kecelakaan Garuda Indonesia Airbus A300-B4

Harian Kompas, 27 September 1997, memberitakan, pesawat dengan nomor penerbangan GA 152 itu mengangkut 222 penumpang dan 12 awak pesawat dan dilaporkan jatuh terbakar pada pukul 13.18 WIB.

Seluruh penumpang dan awak pesawat dilaporkan meninggal dunia.

Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Soepandi, mengatakan, pesawat tersebut dipiloti oleh Capt. Rachmo Wiyogo meninggalkan Bandara Cengkareng pukul 11.30 WIB.

Pesawat A300-B4 yang diterima Garuda pada 17 November 1982 dengan nomor registrasi PK-dari GAI tersebut dijadwalkan tiba di Bandara Polonia pukul 13.58 WIB.

Sebelum terjadi kecelakaan, kontak terakhir dari pilot yang diterima oleh petugas bandara sekitar pukul 13.18 WIB dengan posisi pesawat menuju ke arah Bandara Polonia.

Selanjutnya, pesawat itu tidak terlihat lagi di radar.

Ia menjelaskan, pada saat pesawat mau mendarat, tingkat visibility (jarak pandang) sekitar 600 sampai 800 meter.

Diketahui, di sekitar daerah itu untuk keamanan terbangnya dengan ketinggian 7.500 kaki. Daerah aman ini sudah termasuk sektor 25 miles.

Menurut penjelasan dari jurnalis Kompas, Sahnan dan Surya Makmur Nasution, pesawat itu jatuh dan hancur dalam keadaan hangus terbakar, bahkan masih terlihat api menyala.

Para korban juga tidak bisa dikenali identitasnya satu per satu.

Untuk mengidentifikasi korban, pihak Garuda meminta bantuan para wakil keluarga korban untuk diberangkatkan ke lokasi kecelakaan.

Disebutkan, wakil keluarga korban, maksimal dua orang, diberangkatkan dari Bandara Soekarno Hatta terminal F, Cengkareng pukul 10.00 WIB dengan pesawat Boeing 747-200.

Sistem navigasi pesawat

Melansir Harian Kompas, 9 Oktober 1997, daerah di sekitar bandara di Medan terbagi menjadi tiga sektor.

Sektor utara ketinggian pesawat minimal 1.500 kaki, sektor tenggara 7.500 kaki, dan sektor barat daya 9.500 kaki.

Di dalam pesawat, pilot tahu persis posisinya berdasarkan alat navigasi dan instrumen-instrumen yang seharusnya menunjukkan posisinya, berapa radialnya dari tujuan (destination) secara pasti.

Selain itu, pilot tahu persis ketinggiannya dari permukaan tanah (AGL-above ground level) dari alat yang namanya radio altimeter.

Radio altimeter ini baru berfungsi otomatis pada ketinggian 2.500 kaki ke bawah. Alat ini memancarkan gelombang sonar ke permukaan bumi, dipantulkan, dan ditangkap lagi oleh pesawat.

Pancaran itu menyebutkan berapa tinggi pesawat dari permukaan bumi, sehingga seharusnya jika semua radio altimeter berfungsi baik (ada dua buah), pilot pasti sudah mengetahui berapa ketinggian pesawatnya dari muka tanah.

Adapun pada pesawat-pesawat yang peralatannya rumit dan maju, seperti juga Airbus, radio altimeter nomor dua mempunyai kaitan dengan automatic throttle atau "gas otomatis."

Dengan sinyal dari radio altimeter nomor dua, gas otomatis akan pindah ke posisi idle, ke belakang, jika pesawat sudah berada pada ketinggian 50 kaki (sekitar 15 meter) dari permukaan bumi.

Posisi idle atau close throttle atau tidak digas sama sekali, berarti tenaga pesawat sudah benar-benar hilang, dan pesawat segera "jatuh" menyentuh tanah.

Airbus 300 Garuda Indonesia

Perusahaan Airbus mengembangkan sebuah pesawat bermesin ganda untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Saat itu, jenis pesawat yang dikembangkan ini merupakan pesawat bermesin ganda pertama di dunia.

Menurut Harian Kompas, 27 September 1997, Garuda Indonesia mendatangkan Airbus 300 ke Indonesia pada Maret 1982.

Pesawat tersebut memiliki badan lebar bermesin ganda Pratt and Whitney JT9D-59A sebanyak sembilan buah.

Salah satu di antaranya digunakan untuk Garuda Indonesia untuk penerbangan menuju Bandara Polonia Medan yang akhirnya mendapati kecelakaan karena menabrak gunung.

Diketahui, pesawat Airbus 300 mampu mengangkut kargo seberat 6.750 kg dan pos 588 kg.

Adapun lebar sayap yang dimiliki Airbus 300 selebar 44,84 meter, panjang 53,62 meter dan tinggi 16,53 meter.

Sementara, dalam pengaturan tempat duduk, model pesawat ini menggunakan pengaturan dua kelas untuk 20 kelas bisnis dan 230 penumpang kelas ekonomi.

Setelah kejadian jatuhnya pesawat, pihak Garuda Indonesia berupaya berbenah diri untuk mengedepankan pelayanan dan perawatan pesawat.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/26/111000865/hari-ini-dalam-sejarah--26-september-1997-kecelakaan-garuda-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke