Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Semua Masker Dibuat Sama, Ini 7 Hal yang Perlu Diperhatikan

Masker yang sesuai dengan standar kesehatan dapat membantu menekan penularan virus corona lantaran mencegah keluarnya droplet atau tetesan pernapasan.

Droplet menjadi salah satu jalur penularan virus corona yang menyebabkan Covid-19.

Dilansir dari situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), orang dapat mengenakan masker dengan dua atau lebih lapisan untuk menghentikan penyebaran Covid-19.

Untuk mendapatkan perlindungan terbaik, kenakan masker dengan benar dan konsisten, serta mencuci tangan sebelum memakai masker, dan tidak menyentuh masker saat mengenakannya.

Sementara itu, diberitakan Channel News Asia, ada beberapa jenis masker yang beredar di masyarakat, yang tak seluruhnya dibuat sama.

Misalnya, masker tiga lapis sekali pakai, masker silikon, hingga masker yang terbuat dari tembaga atau nano-perak yang diklaim dapat membunuh virus dan bakteri.

Berikut beberapa hal yang harus dipertimbangkan seseorang untuk melindungi diri terkait dengan pemakaian masker:

1. Kualitas masker medis

Meskipun terdapat banyak masker sekali pakai dan beberapa di antaranya diberi label masker bedah atau medis, tak seluruhnya masker tersebut sesuai dengan standar internasional.

Wakil Presiden Senior Teknologi dan Kepala Innosparks di ST Enginering, salah satu produsen masker bedah di Singapura, Gareth Tang, mengatakan, kontrol masker bedah harus dilakukan dengan ketat untuk memastikan bahwa masker tersebut berkualitas medis.

Efisiensi penyaringan bakteri dari masker bedah harus di atas 95 persen dan tahan terhadap penetrasi cairan tubuh. Angka ini menandai kemampuan masker memblokir bakteri dan virus, termasuk Covid-19.

2. Masker mengandung tembaga dan perak 

Saat ini, terdapat pula masker yang mengandung tembaga dan perak.

Profesor dan ketua ilmu dan teknik material di Universitas Teknologi Nanyang, Lam Yeng Ming mengatakan, pada zaman kuno, orang Mesir menggunakan kedua logam ini untuk mengobati luka.

Sehingga, tembaga dan perak disebut terbukti membunuh bakteri, termasuk virus, asalkan ion tembaga atau perak berinteraksi dengan virus.

"Mereka efektif dalam beberapa situasi," kata Ming.

Meski demikian, proses mematikan virus dan bakteri membutuhkan waktu, mulai dari 30 menit hingga sehari.

Masalah lainnya, beberapa masker wajah dengan anyaman tembaga ke dalam kain mempunyai ruang di antara serat tembaga.

"Di antara garis-garis ini, bisa menampung cukup banyak virus," ujar dia.

Jika jarak ini ratusan mikron, lanjutnya, pada dasarnya tidak dapat menyaring virus.

Sejumlah studi tengah dilakukan untuk menyakinkan bahwa nano-perak dan tembaga terbukti efektif melawan virus corona.

3. Masker filter karbon

Beberapa produsen mengklaim bahwa masker dengan filter karbon efektif dalam menyaring bakteri dan virus.

Filter karbon banyak dipakai dalam pembersih udara untuk menyerap dan menangkap asap dan polutan gas lainnya. Tapi, filter ini tak lebih efektif daripada masker lain.

"Masker filter karbon efektif (melawan) polutan udara, tetapi untuk bakteri dan virus, pasti belum banyak penelitian yang menunjukkan efektivitasnya," ujar Lam.

4. Masker kain produksi sendiri

Masker kain yang dibuat sendiri idealnya harus mempunyai setidaknya tiga lapisan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lapisan terdalam terbuat dari bahan penyerap seperti kapas.

Sementara, dua lapisan lainnya terbuat dari bahan tahan air seperti polipropilen.

5. Iritasi kulit

Respirator N95 dapat dibuat dari bahan silikon lembut, yang secara efektif menutup wajah.

Namun, masker yang menawarkan perlindungan yang relatif kedap udara dapat menyebabkan iritasi kulit.

"Ini mungkin tidak cocok untuk penggunaan sehari-hari atau untuk orang dengan kulit sensitif," kata dokter kulit Eileen Tan.

CDC menambahkan, masker jenis ini menjadi alat pelindung diri (APD) yang paling sering digunakan petugas kesehatan yang membutuhkan tingkat perlindungan lebih tinggi.

Masker ini terbuat dari bahan filtrasi yang lebih tinggi dibandingkan masker biasa, di mana biasnaya dapat menyaring sekitar 95 persen partikel di udara.

6. Merawat kulit

Tan telah melihat peningkatan 15-20 persen dalam jumlah pasien mengalami permasalah kulit terkait masker.

Seseorang dapat mengalami peradangan kulit, misalnya dari penumpukan kelembapan, panas, dan peningkatan produksi sebum, yang bisa menyebabkan pori-pori tersumbat.

Tan merekomendasikan untuk mengganti masker setiap 4-6 jam dan membiarkan kulit beristirahat dari masker sekitar 15-30 menit.

"Pertimbangkan hal-hal lain seperti masker kain, yang merupakan jenis kain yang lebih bisa bernapas dan nyaman," ujar dia.

7. Jaga kebiasaan memakai masker

Konsultan Senior Kalisvar Marimuthu dari National Center for Infectious Diseases mengatakan, penting untuk mencuci masker setiap hari atau secara teratur.

Mencuci masker tak hanya menghilangkan virus, melainkan juga noda air liur atau partikel debu di masker.

Ia menyarankan untuk tak menyentuh bagian depan masker saat melepasnya dan selalu mencuci tangan setelah memegang atau menyentuh masker yang telah dipakai.

Terkait pencucian masker, dapat dilakukan dengan mencampurnya ke cucian biasa.

Masukkan deterjen dan pengaturan air hangat yang sesuai untuk kain yang digunakan pada masker. Setelah itu, biarkan masker mengering hingga sempurna.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/17/191000065/tak-semua-masker-dibuat-sama-ini-7-hal-yang-perlu-diperhatikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke