Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jika Sistem Kesehatan Ambruk, Epidemiolog: Tak Ada Jalan Selain Lockdown

KOMPAS.com - Peningkatan kasus baru infeksi virus corona terus terjadi di sejumlah wilayah negara, termasuk di Indonesia.

Di dalam negeri, provinsi dengan jumlah kasus harian Covid-19 terbanyak adalah Ibu Kota, DKI Jakarta.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, per Senin (14/9/2020), jumlah total kasus Covid-19 di Jakarta ada sebanyak 55.099 kasus.

Sementara itu, kabar menipisnya ruangan perawatan yang tersedia untuk pasien Covid-19 mulai terdengar.

Data yang dipaparkan Pemprov DKI Jakarta melalui Twitter @dkijakarta, per 6 September 2020, 77 persen tempat tidur ruang isolasi di rumah sakit rujukan yang total berjumlah 4.456 unit sudah terisi pasien Covid-19.

Sementara itu, 83 persen dari 483 tempat tidur ruang ICU di rumah sakit yang sama juga telah digunakan untuk merawat pasien Covid-19.

Ini menjadi salah satu alasan Pemprov DKI Jakarta kembali melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pengetatan, sebagaimana disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono, menilai penambahan jumlah pasien dan menipisnya ruangan perawatan bia menjadikan sistem kesehatan ambruk.

"Kalau pasien banyak yang tidak tertampung di rumah sakit, maka pasien selanjutnya dirumahkan. Kalau dirumahkan, risiko menularkan pada keluarganya, pada tetangganya akan terus terjadi," kata Miko kepada Kompas.com, Senin (14/9/2020) sore.

"Kalau fasilitas kesehatan sudah penuh, waduh saya enggak bisa bayangkan," lanjutnya.

Miko menyebut kematian pasien Covid-19 di rumah bisa terjadi, apabila mengalami hypoxia tanpa adanya bantuan medis.

Ini tentu akan menimbulkan kepanikan bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Efek panjang

Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menilai akan ada efek panjang apabila sistem kesehatan ambruk.

Yang utama, ia mengatakan kasus kematian akibat Covid-19 meningkat, karena banyak infeksi yang tidak bisa mendapat pelayanan kesehatan.

"Apalagi kasus Covid-19 ini kan banyak yang membutuhkan bantuan pernapasan. Dan gangguan pernapasan yang sifatnya emergency ini tidak bisa ditunda. Tubuh kita kan memerlukan oksigen, ketika itu tidak terpenuhi ya fatal akibatnya, kematian yang akan terjadi," ujar Dicky kepada Kompas.com, Senin (14/9/2020) malam.

Namun ternyata tidak hanya itu akibatnya.

Dicky menyebut ada dampak jangka panjang yang akan terjadi, yakni penurunan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya akan membebani negara di waktu mendatang.

Pasien tak tertangani yang ada di derajat sedang bisa saja berakhir kritis dan fatal, namun bisa juga sembuh. Tapi, ia menjelaskan sembuh pun bukan berarti semua masalah selesai.

"Misalkan pun pasien berderajat sedang ini bisa melewati masa kritisnya, tapi dampak kerusakan pada organ juga kan terjadi umum. Dan ini dampak jangka panjangnya tidak main-main," sebut Dicky.

Akibat kerusakan organ yang terjadi, sisa infeksi Covid-19 ini bisa memicu datangnya penyakit lain, misalnya jantung dan paru di masa depan.

Kondisi tersebut yang dimaksud Dicky menjadi akibat jangka panjang dan membebani negara di waktu mendatang apabila sistem kesehatan ambruk.

"Artinya dampak pandemi ini bukan dampak jangka pendek saja, bukan hanya kematian saja, tapi juga dampak penurunan kesehatan dalam jangka panjang, termasuk pada anak-anak dan dewasa juga," ungkapnya.

Lockdown satu-satunya pilihan

Jika krisis layanan kesehatan atau ambruknya sistem kesehatan ini benar-benar terjadi, Dicky menyebut tidak ada toleransi apa pun, karantina wilayah atau lockdown yang bersifat total harus dilakukan.

"Bila sudah seperti itu tidak ada jalan lain selain lockdown total (karantina wilayah) sambil menguatkan aspek testing, tracing (isolasi dan karantina)," papar Dicky.

Ambruknya sistem kesehatan bukan hanya hal dalam angan, ini pernah terjadi di sejumlah wilayah selama pandemi Covid-19 ini berlangsung.

Misalnya di New York, Italia, Brazil, dan Wuhan saat gelombang pertama infeksi.

Di saat seperti itu, negara tidak lagi mempunyai alasan untuk tidak memberlakukan penguncian wilayah. Bahkan alasan ekonomi pun tak berlaku.

"Pada situasi tersebut sudah tidak ada pilihan, negara terbatas resources sekali pun, seperti Peru, akhirnya lockdown," pungkas Dicky. 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/15/140300965/jika-sistem-kesehatan-ambruk-epidemiolog--tak-ada-jalan-selain-lockdown

Terkini Lainnya

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Segini Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Segini Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Tema Met Gala dari Masa ke Masa, 'Sleeping Beauties: Reawakening Fashion' Jadi Tajuk 2024

Tema Met Gala dari Masa ke Masa, "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" Jadi Tajuk 2024

Tren
Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Tren
Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Tren
Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Tren
Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Tren
Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tren
Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Tren
6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

Tren
Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Tren
Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Tren
Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke