Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wacana Hapus Premium dan Pertalite Dinilai Tepat, Ini Alasannya

Wacana ini disampaikan Direktur Utama Pretamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR pada 31 Agustus 2020.

Menurut Nicke, peninjauan penggunaan Premium dan Pertalite sebagai upaya Pertamina mendukung rencana pemerintah untuk menekan emisi gas rumah kaca.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017.

Tepatkah rencana ini?

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai keputusan itu tepat. Ia berharap, pemerintah segera menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite.

Ia mengatakan, kedua jenis bahan bakar tersebut memiliki oktan rendah sehingga tidak ramah lingkungan.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa BBM dengan oktan rendah harus dihapuskan pada 2021.

"Kita lihat di berbagai negara, misalnya Malaysia, Singapura, dan Thailand itu sudah lama menggunakan BBM yang beroktan tinggi," kata Fahmy kepada Kompas.com, Jumat (4/9/2020).

Alasan lain, lanjut dia, Premium dan Pertalite saat ini tak lagi tersedia di pasar internasional sehingga membutuhkan proses blending.

Fahmy menjelaskan, proses blending ini berpotensi menimbulkan moral hazard dan menjadi favorit para mafia migas.

"Beda dengan Pertamax, RON 92 ke atas, itu masih dijual di pasar internasional. Tapi Premium dan Pertalite ini blending. Tidak ada harga patokannya," jelas dia.

"Saya hampir yakin bahwa yang keberatan Premium dan Pertalite itu dihapuskan itu mereka yang diuntungkan oleh impor BBM dalam jumlah besar," kata Fahmy.

Menurut dia, penghapusan Premium dan Pertalite ini sudah diusulkan oleh tim anti-mafia migas sejak enam tahun yang lalu.

Akan tetapi, sampai sekarang usulan tersebut belum dilaksanakan, meski waktu pemerintah sudah berjanji untuk menghapuskannya dalam dua tahun. 

"Enam tahun lalu, tim anti-mafia migas itu sudah mengusulkan penghapusan dan pemerintah janji 2 tahun. Tapi sudah 6 tahun lebih belum dihapus," ujar dia.

Hal itu sama seperti ketika memberikan subsidi untuk tarif listrik.

"Kemudian kalau memang mau meringankan di saat pandemi, maka berikan subsidi untuk Pertamax. Ini kan juga dilakukan pemerintah untuk listrik. Itu bisa meringankan beban rakyat," kata Fahmy.

Selanjutnya, pemerintah bisa mencabut subsidi tersebut secara perlahan ketika kondisi sudah membaik.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah sebelumnya berencana mengurangi jumlah bahan bakar tidak ramah lingkungan, guna menekan angka emisi gas buang kendaraan bermotor.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan, pengurangan penggunaan BBM tidak ramah lingkungan akan dilakukan secara bertahap.

Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong masyarakat untuk beralih dari BBM nilai oktan (Research Octane Number/ RON) 88 atau Premium, ke BBM RON 90, Pertalite.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/04/170800065/wacana-hapus-premium-dan-pertalite-dinilai-tepat-ini-alasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke