Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai di Media Sosial, Apa Itu Sindrom Imposter?

KOMPAS.com - Unggahan di media sosial ramai membicarakan tentang Imposter Syndrome. Salah satu unggahan di Twitter tentang ini memperoleh banyak tanggapan dan menjadi viral.

Adapun narasi dari unggahan tersebut adalah sebagai berikut:

"Orang yang pertama kali kuliah dalam keluarga mempunya risiko terkena Imposter Syndrome. Imposter Syndrome adalah gangguan mental yang ditandai merasa diri sendiri tidak berguna, tidak layak untuk hidup dan bersaing di dunia ini"

Lantas apa yang sebenarnya disebut sebagai Imposter Syndrome?

Sindrom imposter

Menurut Psikolog Adityana Kasandra Putranto, imposter syndrome atau sindrom imposter termasuk gangguan cemas.

"Kalau dalam klasifikasi diagnosa psikologi, masuknya gangguan cemas," ujar Kasandra saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020) siang.

Melansir Time, 20 Juni 2018, istilah sindrom imposter pertama kali muncul pada 1978 oleh Psikolog Pauline Rose Clance dan Suzanne Imes.

Dalam penelitiannya, mereka menyebut bahwa perempuan secara unik terdampak oleh sindrom imposter. 

Setelah itu, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mengalami sindrom ini.

Menurut artikel review yang diterbitkan dalam International Journal of Behavioural Science, diperkirakan sebanyak 70 persen orang pernah mengalami sindrom imposter pada suatu titik di hidupnya. 

Mengutip Verywellmind, pada dasarnya, sindrom imposter (IS) adalah istilah untuk menggambarkan pengalaman seseorang yang meyakini bahwa dirinya tidak secakap atau sekompeten yang dipikirkan oleh orang lain.

Definisi ini seringkali dipersempit untuk membicarakan kecerdasan dan pencapaian serta dihubungkan dengan perfeksionisme dan konteks sosial. 

Faktor penyebab

Tidak ada penyebab tunggal yang menjadi alasan munculnya gangguan cemas tersebut.

Namun, menurut Kasandra, ada sejumlah faktor yang dapat menjadi penyebab dari gangguan cemas ini, mulai dari genetik, pola asuh, proses belajar, dan lingkungan.

Sementara itu, faktor pemicunya antara lain adalah situasi kondisi, tekanan, dan interaksi.

"Ketika gangguan cemas semakin membebani, lalu bertambah dengan gangguan depresi, yang muncul dalam bentuk pikiran negatif, merasa tidak layak, tidak berguna, dan sebagainya," jelas dia.

"Jadi, diagnosis klinisnya adalah gangguan cemas dan depresi," sambung Kasandra.

Ia mengungkapkan bahwa sindrom ini juga memiliki kaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter otak, terutama serotonin, dopamin, dan adrenalin.

Penanganan

Untuk mengetahui faktor penyebab dan pemicu pasti serta cara penanganan yang tepat, Kasandra mengimbau agar orang-orang tidak melakukan self diagnose.

"Harus ada pemeriksaan psikologis, jangan self diagnose," imbau dia.

Sementara itu, menurut ahli sindrom imposter, Valeria Young, ada tiga langkah penting yang disarankan untuk menangani sindrom imposter ini.

Pertama, penting untuk menormalkan perasaan tidak percaya diri.

"Saat anda merasa takut dan ragu, itu normal. Anda dapat mencoba menghilangkan rasa tidak percaya diri dan fokus berbicara pada diri sendiri," jelas Young.

Kedua, mengubah kerangka pemikiran.

"Daripada berpikir tentang apa yang akan dilakukan saat memperoleh suatu proyke besar, berpikirlah bahwa Anda akan benar-benar belajar," ujar dia. 

Ketiga, mengubah persepsi dari awal.

"Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk berhenti merasa seperti seorang penipu adalah berhenti berpikir seperti seorang penipu," sambung Young.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/03/180300465/ramai-di-media-sosial-apa-itu-sindrom-imposter-

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke