KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut bahwa hampir 80 persen kasus positif Covid-19 yang ditemukan sejauh ini berasal dari orang yang tidak memiliki gejala sama sekali.
Di Indonesia, kategori orang-orang yang tidak menunjukkan gejala dalam kaitannya dengan Covid-19 telah diatur, termasuk pada kelompok awal.
Dalam dokumen resmi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 revisi ke-4 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 27 Maret 2020, kategori orang tanpa gejala (OTG) masuk ke dalam kelompok pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Kategori ini melengkapi dua kategori kelompok awal terkait Covid-19, yaitu orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Berbeda dengan ODP
Menurut Kemenkes, yang termasuk ke dalam kategori OTG adalah mereka yang tidak menunjukkan gejala tetapi memiliki risiko tertular dari orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.
OTG merupakan seseorang yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
Adapun kontak erat yang dimaksud adalah aktivitas berupa kontak fisik maupun berada dalam radius 1 meter dengan pasien yang berstatus PDP atau positif Covid-19.
OTG ini berbeda dengan ODP.
Pada pemeriksaan awal, OTG tidak menunjukkan gejala sama sekali. Sedangkan ODP sudah memiliki riwayat atau tengah mengalami demam tinggi di atas 38 derajat celsius dan berbagai gejala ringan lainnya.
Dalam pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang dikeluarkan, disebutkan pula orang-orang yang termasuk ke dalam kontak erat yang menjadikan seseorang OTG.
Berikut adalah beberapa kelompok yang rentan menjadi OTG:
Mengutip Kompas.com (8/4/2020), Kepala Kelompok Staf Medik (KSM) Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr dr Yusup Subagio Sutanto menyampaikan bahwa sulit untuk mengetahui ciri-ciri para OTG ini.
Sebab, kategori ini tidak menunjukkan gejala-gejala yang dapat dijadikan indikasi.
Namun demikian, ada sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terpapar virus corona dari OTG tersebut.
Yusup menyebut bahwa masyarakat dapat mencegah penularan Covid-19 dari OTG melalui physical distancing atau jarak fisik dan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Selain itu, penting untuk selalu menjaga jarak aman saat bepergian atau melakukan kontak langsung dengan orang lain.
Ia juga menganjurkan pemakaian masker. Sebab, dapat menutup kemungkinan termasuk OTG yang tanpa sadar menyebarkan virus corona.
Terakhir, orang-orang juga diimbau untuk rajin mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
Dalam dokumennya, Kemenkes menuliskan bahwa kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus positif Covid-19.
Setelah itu, petugas kesehatan akan mengambil spesimen sampel tubuh dengan metode swab lendir tenggorokan pada hari ke-1 dan ke-14, untuk pemeriksaan RT PCR (polymerase chain reaction).
Mengutip pemberitaan Kompas.com (2/4/2020), apabila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, OTG akan diperiksa dengan metode rapid test.
Jika hasil pemeriksaan pertama menunjukkan hasil negatif, OTG harus menerapkan karantina mandiri, pola hidup bersih dan sehat, serta jarak fisik.
OTG akan melakukan pemeriksaan ulang 10 hari berikutnya. Jika hasilnya pemeriksaan ulang positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut.
Sementara itu, jika hasil pemeriksaan pertama menunjukkan hasil positif, OTG juga harus menerapkan karantina mandiri, pola hidup bersih dan sehat, serta jarak fisik.
Kemudian, hasil tes pertama akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut.
Selain itu, apabila OTG yang terkonfirmasi positif menunjukkan gejala demam (38 derajat celsius) atau batuk/pilek/nyeri tenggorokan selama masa karantina, maka harus dilakukan hal-hal berikut:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/08/090300965/hampir-80-persen-kasus-covid-19-tak-bergejala-ini-fakta-soal-otg