Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gelombang Kedua Virus Corona di China dan Negara Asia yang Perlu Diwaspadai

KOMPAS.com - Para ilmuwan mengatakan bahwa China dan beberapa negara di Asia harus mewaspadai potensi gelombang kedua virus corona.

China misalnya, kembali muncul peningkatan kasus semenjak kebijakan karantina dicabut yang tentu saja membuat orang-orang kembali ke rumah mereka.

Ilmuwan mengatakan hal itu dapat terjadi karena lockdown di Provinsi Hubei, kawasan penularan awal Covid-19 telah dicabut.

Kebijakan itu diambil setelah kasus virus corona di sana turun hampir menjadi hampir nol.

Sebagai episentrum pusat penyebaran wabah, Provinsi Hubei sempat selama 60 hari tanpa adanya aktivitas apa pun.

Saat ini, para ilmuwan tengah mengamati apakah dengan mencabut lockdown tersebut, dapat meningkatkan jumlah kasus infeksi baru.

Analisis awal menunjukkan bahwa, sejauh ini, ketakutan tersebut belum terjadi.

"Sudah waktunya untuk mengendurkan lockdown, tetapi kita perlu waspada terhadap kemungkinan gelombang infeksi kedua," kata ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, Ben Cowling seperti dilansir Nature.

Cowling berpendapat bahwa gelombang kedua virus corona di China akan terjadi pada akhir April 2020.

Dilansir Science Daily, peneliti dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, Dr Kiesha Prem mengatakan bila pemerintah China membuka sekolah dan tempat kerja pada Maret, gelombang kedua akan terjadi pada akhir Agustus 2020.

Sementara bila pemerintah China membuka lockdown pada April, kemungkinan gelombang kedua Covid-19 akan terjadi pada Oktober.

"Langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya telah dilakukan oleh kota Wuhan untuk mengurangi kontak sosial di sekolah dan tempat kerja telah membantu mengendalikan wabah," kata Dr Kiesha Prem.

Pelacakan kontak

Provinsi-provinsi di China sekarang menggunakan pengujian ekstensif dan pelacakan kontak untuk mengetahui kasus baru, dan akan mempertahankan beberapa praktik physical distancing untuk mencegah munculnya kembali Covid-19.

Negara ini juga telah menutup perbatasannya untuk semua orang kecuali warga negara untuk mencegah kasus impor. Penduduk yang kembali akan dikarantina selama 14 hari.

Peneliti penyakit menular di Universitas Hong Kong, Gabriel Leung menyatakan, risiko wabah baru di China masih sangat tinggi.

Mengingat virus tersebut sangat menular dan masih ada kemungkinan ada beberapa kasus infeksi yang belum terdeteksi.

Selain itu, Leung juga mengingatkan bahwa upaya lockdown saja tidaklah cukup, dan upaya keras untuk menekan virus mungkin diperlukan lagi

"Ketegangan antara kesehatan, melindungi ekonomi, dan kesejahteraan emosional akan membuat setiap pemerintahan tidak nyaman di masa mendatang," kata Leung.

Hal yang sama mengenai adanya gelombang kedua virus corona menurut Cowling juga akan terjadi di negara kawasan Asia lain seperti dikutip The Guardian.

Singapura contohnya, 'Negeri Seribu Larangan' tersebut juga dianggap sebagai contoh praktik terbaik dalam menghadapi virus corona, menurutnya juga akan menghadapi gelombang kedua yang potensial.

Lalu kemudian Jepang, laporan kasus harian Jepang tumbuh lambat selama Januari dan Februari, tidak mencapai lebih dari 50 hingga bulan lalu.

Kendati demikian, Tokyo melaporkan rekor jumlah kasus tinggi selama empat hari berturut-turut pada akhir Maret.

Langkah-langkah pembatasan jarak dan penguncian negara itu tampak jauh lebih longgar daripada negara-negara tetangganya.

Ada pula tuduhan pengujian yang rendah dan spekulasi jumlah orang yang terinfeksi jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

Korea Selatan, pernah menjadi salah satu lokasi wabah terburuk, tetapi setelah menerapkan pelacakan kontak yang agresif, karantina dan isolasi, kondisi di Korea Selatan tampaknya mulai terkendali.

Namun, di tengah kekhawatiran gelombang kedua, beberapa pakar kesehatan menyerukan agar negara itu memperpanjang larangan masuk.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/09/183000865/gelombang-kedua-virus-corona-di-china-dan-negara-asia-yang-perlu-diwaspadai

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke