KOMPAS.com - Wabah virus corona telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia.
Saat ini, banyak negara tengah berlomba untuk membuat obat dan vaksin untuk menghentikan penyebaran virus yang pertama kali menyebar di kota Wuhan, China tersebut.
Sejumlah opsi pun dilakukan, dan muncul memanfaatkan herd immunity untuk menghentikan penyebaran pandemi virus corona.
Herd Immunity atau kekebalan kelompok mulai diperbincangkan sebagai salah satu solusi menghentikan penyebaran virus corona pada Maret lalu.
Pemerintah Inggris sempat mengeluarkan pernyataan akan menggunakan strategi itu, meskipun setelahnya mereka meralatnya dan mengatakan hal itu bukanlah strategi pemerintah.
Jadi apa itu herd immunity?
Dilansir dari Aljazeera (20/3/2020), herd immunity mengacu pada situasi di mana cukup banyak orang dalam suatu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga dapat secara efektif menghentikan penyebaran penyakit tersebut.
Kekebalan tersebut bisa berasal dari vaksinasi atau dari orang yang menderita penyakit tersebut.
Seberapa banyak orang yang dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tersebut tergantung pada seberapa menularnya patogen tersebut.
Dilansir Business Insider (20/3/2020), untuk membatasi penyebaran campak misalnya, para ahli memperkirakan 93-95 persen dari populasi perlu kebal. Campak lebih menular daripada virus corona baru atau Covid-19.
Para ahli memerkirakan untuk menghentikan penyebaran virus corona sebanyak 40-70 persen dari populasi perlu kebal.
Sementara itu herd immunity juga bisa dihentikan dengan vaksinasi. Sayangnya saat ini belum tersedia vaksin untuk virus corona.
Para ahli memperkirakan dibutuhkan sekitar 18 bulan untuk mengembangkan vaksin virus corona.
Ini juga dapat dicapai secara alami karena ketika orang terinfeksi lalu pulih, dia akan kebal terhadap infeksi. Ini berfungsi jika kemungkinan infeksi ulang rendah atau idealnya nol.
Di China tengah diteliti seberapa banyak orang terinfeksi ulang. Beberapa menunjukkan bahwa ada orang-orang yang bisa terinfeksi lagi setelah mereka sembuh.
Ahli biostatistik di University of Florida spesialis penyakit menular Natalie Dean mengatakan satu-satunya cara aman mendapatkan herd immunity adalah dengan vaksin. Sementara itu cara lain di atas terlalu berisiko.
Mengapa terlalu berisiko?
Saat ini masih belum jelas seberapa menular virus corona baru ini dan seberapa parah itu dapat memengaruhi demografi yang berbeda.
Dikutip Independent (3/3/2020), juru bicara WHO Margaret Harris menyatakan ilmuwan belum cukup tahu tentang ilmu virus tersebut dan belum cukup lama di populasi manusia.
Sehingga para ilmuwan belum bisa memastikan apa yang dilakukan virus corona terhadap imun tubuh.
Termasuk kemungkinan seseorang yang sudah sembuh bisa menularkan penyakitnya lagi. Jika hal ini terjadi herd immunity tidak dapat bekerja.
Dengan membuat banyak orang terinfeksi, kemungkinan meningkatnya angka kematian juga tinggi.
Misalnya diambil 70 persen dari total populasi untuk sengaja diinfeksi. Dari jumlah tersebut tidak semuanya berusia muda. Ada juga orang tua. Padahal orang tua termasuk golongan rentan.
Menurut WHO, orang tua atau orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, seperti diabetes atau kanker paru-paru rentan terinfeksi oleh virus corona.
Orang tua atau lansia berisiko sakit parah jika terinfeksi. Hal itu karena kekebalan mereka yang lebih rendah dibanding kelompok usia lainnya.
Dilansir Science Alert (30/3/2020), perkiraan tingkat kematian infeksi Covid-19 sekitar 0,5-1 persen.
Jika 70 persen dari seluruh populasi jatuh sakit, itu berarti bahwa antara 0,35-0,7 persen dari setiap orang di suatu negara bisa mati akibat bencana.
Menurut Koresponden Kesehatan The Independent Shaun Lintern, saat ini tidak ada peluang kekebalan terhadap kawanan virus corona.
Sebagai virus baru, tidak ada yang memiliki kekebalan terhadapnya. Sehingga setiap manusia rentan terhadap virus.
Herd Immunity hanya akan berlaku setelah sebagian besar orang memilikinya dan bertahan hidup sehingga tubuh mereka menciptakan antibodi terhadap virus.
"Ada juga risiko virus corona menjadi musiman seperti flu yang akan bermutasi setiap musim. Karena itu herd immunity tidak bisa ikut bermain," ujar Lintern.
Saat ini berbagai negara tengah melaporkan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) dan kekurangan ruang untuk merawat di rumah sakit.
Jika makin banyak orang yang terinfeksi di suatu negara, maka perlu kesiapan medis juga.
Negara-negara miskin seperti di Afrika akan sangat terpukul, karena tidak dapat memenuhinya jika menjalankan skenario herd immunity.
Dilansir Science Alert, dengan perkiraan sekitar 10 persen saja dari total populasi dirawat di rumah sakit, itu akan berimplikasi besar bagi negara.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/04/153300365/apa-itu-herd-immunity-dan-mengapa-berisiko-tinggi-