VIRUS Corona positif masuk ke Indonesia. Gagap, kritik, serta kontroversi mewarnai penanganan yang dilakukan pemerintah.
Apa yang sesungguhnya terjadi? Bagaimana proses penanganannya? Apa efeknya untuk masyarakat ke depan?
Program AIMAN memotret langsung penanganan Virus Corona. Saya mengambil sampel di Jakarta yang merupakan pusat penanganan Virus Corona di Indonesia.
Sejauh ini ada enam pasien yang dinyatakan positif terinfeksi. Mereka dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara.
Informasi terakhir yang disampaikan Kementerian Kesehatan melalui Juru Bicara
Achmad Yurianto (Yuri) menyebutkan kondisi keempatnya membaik.
"Alhamdulillah saya tadi pagi sudah mendapat laporan dari RSPI Sulianto Saroso, yang merawat bahwa kondisinya semakin baik dari hari ke hari. Tentunya yang 1-2 (kasus 1 & 2) tinggal menunggu pemeriksaan laboratorium. Kalau sudah dua kali negatif, akan dipulangkan,” kata Yuri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Sabtu (7/3/2020).
Sementara, dua pasien lainnya, yaitu pasien 3 dan 4, menurut Yuri kondisinya juga membaik.
“Sekarang sudah enggak panas lagi. Pileknya sudah enggak terlalu parah juga, sudah jarang-jarang, batuk sudah berkurang. Mudah-mudahan dalam perawatan yang lebih lanjut dua orang yang terakhir ini akan semakin baik," lanjut Yuri.
Kasus terbaru (3 dan 4) merupakan kasus yang diduga kuat pernah kontak dengan kasus sebelumnya (1 dan 2) dalam sebuah pesta dansa di Jakarta.
Minggu (8/3/2020), Yuri mengumumkan kasus terinfeksi Corona bertambah 2 menjadi 6 kasus.
Sebelumnya, Yuri menjelaskan ada 80 orang yang diduga mengalami kontak dengan pasien 1 dan 2 dalam sebuah pesta dansa di restoran di Jakarta.
Kementerian Kesehatan kemudian mengerucutkan menjadi 20 orang yang melakukan kontak langsung, selanjutnya dikerucutkan kembali menjadi tujuh.
"Pasien 3 dan 4 mengalami kontak dekat dengan pasien nomor satu," ungkap Yuri Jumat (6/3/2020) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pusat kendali operasi 112
Terlepas dari proses penanganan pasien dan mereka yang dalam pengawasan, saya mencoba terjun ke tengah masyarakat untuk memotret kekhawatiran yang terjadi.
Saya mendatangi dua tempat di Jakarta. Pertama, pusat kendali operasi nomor darurat 112 yang digunakan sebagai pusat rujukan utama pertanyaan masyarakat terkait virus Corona di Jakarta.
Kedua, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, yang merupakan Rumah Sakit khusus penyakit pernafasan (Respirasi) di Jakarta Timur.
Di Pusat Kendali Operasi Nomor Darurat 112, saya melihat bagaimana masyarakat menelepon, menanyakan, dan mengungkapkan kekhawatirannya.
Layar terpampang di depan para operator penerima telepon. Ada belasan orang siaga, hampir seluruhnya perempuan. Mereka dengan sabar dan tangguh menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat.
Ada yang saya dengarkan beberapa kali mendapat pertanyaan yang sama terkait Virus Corona. Padahal sang penelepon tidak dikategorikan sebagai orang dengan risiko, namun tetap saja ia beberapa kali bertanya tentang hal yang sama.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Sabdo Kurnianto menjelaskan, para operator akan melakukan profiling terhadap para penelepon. Setiap profil akan diarahkan pada prosedur yang khusus.
Pertama adalah penelepon yang dikategorikan memiliki risiko yaitu dia yang dalam waktu kurang dari 14 hari baru kembali dari negara yang sudah terjangkit Virus Corona atau pernah kontak langsung dengan pasien yang kini dinyatakan positif corona, kata,
Mereka akan diarahkan untuk datang ke sejumlah Rumah Sakit rujukan utama kasus Corona, yaitu RSPI Sulianto Saroso, RSUP Persahabatan, RS Fatmawati, dan sejumlah RSUD di Jakarta.
Kedua adalah orang yang mengalami batuk, pilek, demam lebih dari 3 hari tapi tidak memiliki catatan kembali dari luar negeri atau kontak dengan orang yang belakangan dinyatakan positif terinfeksi Corona.
Mereka dalam kategori dua ini tidak memiliki risiko terjangkit Corona. Oleh karena itu, kepada mereka disampaikan tidak perlu khawatir dan tetap disarankan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.
RSUP Persabahatan
Dari pusat informasi darurat, saya bergerak menuju RSUP Persahabatan. Di rumah sakit ini alur pelayanan sudah tertata rapi. Setiap petugas di seluruh pintu masuk sudah dibekali informasi.
Jika ada orang yang bertanya, mereka akan melakukan prosedur yang sama seperti yang dilakukan operator 112.
Direktur Utama RSUP Persahabatan Dr Rita Rogayah Sp.P(K) menjelaskan, ada dua faktor risiko orang terjangkit virus ini.
Pertama, baru kembali kurang dari 14 hari dari sejumlah negara yang sudah memiliki angka penderita positif Corona.
Kedua, pernah kontak langsung dengan pasien yang dinyatakan positif terinfeksi Corona.
Ada yang tidak biasa ketika saya berada di Rumah Sakit Pusat Rujukan Penyakit Pernapasan RSUP Persahabatan.
Saya melihat ada banyak yang tidak mengenakan masker, termasuk dokter.
Saat berdiri di depan ruang isolasi, saya bertanya pada Dr Rita, “Dok, saya tidak perlu menggunakan masker?”
“Tidak, karena semua jalur di rumah sakit ini telah diatur, di mana yang berisiko dan di mana yang tidak. Ruang umum seperti ini kami pastikan aman tidak menggunakan masker," jawab dia.
Corona vs Tubercolosis
Memang penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh Corona mengejutkan semua orang di dunia karena mewabah dengan cepat di hampir 100 negara di dunia dalam waktu 2 bulan.
Namun, tingkat bahayanya sesungguhnya tidak seberapa dibanding tubercolosis atau TBC. Indonesia adalah negara dengan kasus tertinggi nomor 3 di dunia untuk TBC.
Berdasarkan data Kemenkes tahun lalu, setiap hari ada 300 orang Indonesia meninggal akibat TBC.
Bandingkan dengan virus corona yang memiliki tingkat kesembuhan di atas 95 persen!
Waspada boleh, panik jangan. Meski waspada bukan berarti tak melakukan apa-apa!
Simak informasi yang pasti dari sumber-sumber terpercaya, bukan hoaks di media abal-abal.
Ikuti arahan ahli, lakukan arahannya, dan tetap tenang.
Percayalah, kasus Corona yang menjangkiti dunia mematangkan peradaban!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/09/092134865/seberapa-tangguh-siaga-corona-di-indonesia