Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saat Jasa Transportasi Online Kian Menjamur...

KOMPAS.com - Sebuah video yang menampilkan gerombolan mitra ojek berseragam merah-putih sedang berhenti di pinggir jalan beredar di media sosial pada Rabu (30/10/2019).

Pada seragam dan helm yang mereka kenakan tertulis brand "Bonceng".

Saat ditelusuri, brand tersebut merupakan salah satu nama perusahaan jasa transportasi online, seperti Grab dan GoJek.

Marketing and Public Relation Bonceng, Sheha Rahmawati mengungkapkan bahwa Bonceng masih tergolong startup baru, mulai didirikan sejak 2018.

Meski baru berjalan satu tahun, aplikasi ini diklaim telah diunduh oleh masyarakat hingga 100.000 kali unduhan.

"Bonceng sudah didirikan 2018. Untuk saat ini, kami baru mencakup wilayah Jabodetabek saja," ujar Sheha saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Kehadiran brand Bonceng ini menambah daftar jasa transportasi online di Indonesia, menemani pendahulunya Grab dan GoJek.

Menjamur

Lantas, apakah peran transportasi online yang kian bertambah ini menjadi salah satu kemudahan atau sebaliknya bagi negara?

Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengungkapkan bahwa kehadiran ojek online yang mulai menjamur ini membuat senang konsumen, terutama hantaran non penumpang.

"Kenapa membuat senang konsumen, karena mereeka bisa memilih yang murah dan mudah didapat. Ada juga jaminan keselamatan dan keamanan," ujar Djoko saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Kendati demikian, kemunculan ojek online tentu mengakibatkan layanan transportasi umum kurang maksimal.

Menilik jasa transportasi online ini berjenis pengantaran konsumen maupun makanan mayoritas menggunakan motor dan membuat masyarakat malas berjalan kaki.

"Makin banyak motor, makin boros BBM," ujar Djoko.

Ia juga mengatakan bahwa pada 2012, penggunaan BBM angkutan umum sebesar 3 persen, angkutan barang 4 persen, mobil pribadi 53 persen, dan motor 40 persen.

Tingginya animo masyarakat berkendara itu membuat layanan ojek online lainnya turut bersaing.

Apalagi layanan yang banyak digandrungi ini tidak hanya menyediakan kemudahan dan tawaran diskon. Namun juga perilaku driver juga ditentukan.

Menurutnya, sikap atau perilaku yang ramah dan sopan terhadap konsumen, terutama konsumen yang bukan milenial, sangat membantu driver dalam pekerjaannya.

Djoko menjelaskan bahwa sekarang ini angka kecelakaan motor dengan hantaran dan taksi online dinilai cukup tinggi dibandingkan dengan taksi reguler.

"Sayangnya, angka-angka pasti itu tidak pernah dimunculkan, karena pemerintah mengejar target unicorn," kata Djoko.

Konvensional Ganti Tampilan

Di sisi lain, meski kemunculan ojek online lebih terlihat bagi masyarakat dan justru peran jasa pengantaran konvensional meredup, Djoko menyarankan agar pekerja transportasi konvensional harus mengubah penampilan.

"Semua bisnis transportasi reguler jika ingin betrahan harus ikuti perkembangan. Jika melihat Korea, aturannya dibuat, sehingga tidak merugikan yang reguler," ujar Djoko menyontohkan sistem transportasi online di Korea.

Dengan menerapkan aturan seperti itu, harapannya bisnis transportasi online dengan bisnis transportasi konvensional tidak saling menjatuhkan.

Meski tidak mudah untuk merubah, Djoko mengungkapkan jika memenuhi kebutuhan saat ini yang serba digital, pasti ada pihak yang jatuh bisnisnya, dengan syarat bisnis tersebut tidak bertahan dengan situasi sekarang.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/01/061500365/saat-jasa-transportasi-online-kian-menjamur-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke