Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Kutai Kartanegara, dari Kerajaan Tertua di Indonesia hingga Tunduk pada Belanda

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo secara resmi telah menunjuk Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru pada Senin (26/8/2019) di Istana Negara.

Lokasi ibu kota baru tersebut sebagian berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Dalam sejarahnya, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia.

Hal itu dibuktikan dengan penemuan tujuh buah prasasti yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dan menggunakan huruf Pallawa di atas tugu bernama Yupa.

Dari prasasti itu dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai telah ada sejak abad 5 Masehi.

Dalam Sejarah Daerah Kalimantan Timur (2002), disebutkan bahwa raja pertama dari Kerajaan Kutai adalah Raja Mulawarman.

Mulawarman merupakan putra dari Raja Aswawarman, yang juga seorang cucu dari Maharaja Kudungga.

Mulawarman kemudian menamai kerajaannya itu dengan nama Kerajaan Kutai Martadipura. Keterangan ini juga didapatkan dari salah satu tujuh prasasti.

Atas kebaikan dan kedermawanan Mulawarman karena telah menyedekahkan 20 ribu ekor sapi kepada kaum Brahmana, namanya dituliskan dalam Yupa.

Jalur Perdagangan

Secara geografis, Kerajaan Kutai terletak di hulu sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat dengan kota Tenggarong.

Daerah tersebut merupakan jalur perdagangan antara Cina dan India.

Beberapa abad kemudian, muncullah kerajaan baru di wilayah itu bernama Kerajaan Kutai Kartanegara yang berbasis di muara Sungai Mahakam, Tepian Batu, Kutai Lama.

Aji Batara Agung Dewa Sakti merupakan pemimpin pertama kerajaan itu (1300-1325).

Sejak awal kemunculannya, Kerajaan Kutai Kartanegara memiliki kedekatan dengan Majapahit.

Dalam buku Kerajaan Kutai Kartanegara (2002), disebutkan bahwa kedekatan kedua kerajaan ini berujung pada hubungan saling mempengaruhi.

Tak hanya itu, Kerajaan Majapahit bahkan menempatkan seorang pati sebagai bentuk pengakuan atas kekuasaan Kutai Kartanegara.

Pada abad ke-16 terjadi perang antara Kerajaan Kutai Kartanegara dan Kutai Martadipura.

Kerajaan Kutai Martadipura harus mengakui kekalahannya dari Kutai Kartanegara.

Penggabungan Kerajaan

Sebagai pihak pemenang, Kerajaan Kutai Kertanegara menggabungkan kerajaannya dengan Kutai Martadipura.

Di bawah Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mandepa, gabungan kerajaan itu kemudian diberi nama Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Di abad ke-16, Islam mulai masuk ke Kerajaan Kutai melalui seorang ulama dari Minangkabau, Tuan Ri Bandang, dan Tuan Ri Tiro Pararang dari Aceh.

Mengetahui hal itu, Raja menolak kedua ulama itu karena agama resmi di Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.

Meski demikian, Tuan Ri Tiro Pararang tetap berusaha untuk mengajak Raja memeluk Islam.

Setelah kalah beradu ilmu dari Tuan Ri Tiro, Raja Mahkota menepati janjinya untuk memeluk Islam.

Raja pun mengucapkan dua kalimat Syahadat dan Kerajaan Kutai Kartanegara berubah menjadi kerajaan Islam.

Sejak saat itu, sistem kerajaan berubah menjadi kesultanan.

Penyebaran Islam

Islam pun mulai menyebar di wilayah-wilayah lain di Kutai. Salah satu pengaruh Islam yang tampak adalah munculnya nama-nama Islami yang digunakan oleh Raja dan keluarga Kerajaan Kutai Kartanegara.

Masa keemasan Kutai Kartanegara terjadi pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad Salihuddin (1782-1850).

Di masa itu, Kutai Kartanegara menjadi daerah maritim yang besar dan kuat dengan armada pelayaran yang maju di masanya.

Akan tetapi, masa keemasan itu berakhir ketika Belanda datang.

Pada tahun 1844 Belanda berhasil mengusai Tenggarong yang menjadi pusat pemerintahan Kutai. Sultan Muhammad Salihuddin terpaksa menandatangani perjanjian "Tepian Pandat Traktat".

Perjanjian itu menjadikan Kesultanan Kutai Kartanegara tunduk kepada Belanda.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/08/27/181850565/sejarah-kutai-kartanegara-dari-kerajaan-tertua-di-indonesia-hingga-tunduk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke