Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fikrul Hanif Sufyan
Dosen

Penulis dan Pengajar Sejarah

Membungkam Suara Protes Lewat Kamp Digoel

Kompas.com - 12/05/2024, 10:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ia menganjurkan de Graeff menggunaan kekuasaan luar biasanya terhadap para pengikut dan hoofd-leiders PKI, Sarekat Rakyat, dan Sarekat Buruh. Permintaaan ini diajukan untuk mencegah terulangnya pemberontakan di daerah.

Setelah permintaannya direspons, Duyfjes dalam surat edarannya tertanggal 13 Desember 1926, menyampaikan pemerintah daerah diberi kuasa menekan kelompok propaganda baru.

Artinya, seorang Residen diberi kuasa untuk mengidentifikasi pemimpin komunis atau propagandis yang bisa diasingkan.

Boven Digoel sebagai pembuangan aktivis pergerakan, dideskripsikan Wakil Gubernur Maluku J Roest sebagai wilayah gersang tidak berpenghuni, berbahaya, terisolasi, berpenduduk sangat jarang, dengan rute masuk terbatas.

Digoel diidentifikasi sebagai tempat yang ideal bagi kamp pembuangan massal terisolasi sepenuhnya dari rakyat Hindia Belanda.

Tanggal 10 Desember 1926, melalui sebuah dekrit, kawasan ini dijadikan pemerintahan onderafdeeling Boven Digoel dengan Tanah Merah sebagai pusat pemerintahannya.

Setelah pemerintahan terbentuk di Tanah Merah, Kapten L. Th. Becking, komandan pembasmi gerakan PKI di Banten dikirim ke Digoel.

Becking tidak sendirian di Tanah Merah, ia mengikutsertakan pasukannya yang umumnya berasal dari Ambon, membangun kamp sebelum 27 Maret 1927.

De Graeff menyadari hukuman buang ke Digoel bisa menimbulkan derita keluarga tokoh komunis. Karena itu, de Graeff menyetujui ide Wakil Gubernur Maluku tentang perlunya membangun tatanan pemerintahan khusus di Digoel.

Pandangan de Graeff ini sama dengan ide Schrieke, yang mengimpikan proyek humanis untuk menekan radikalisme kelompok propagandis Komunis.

Secara politis, keputusan membuang tokoh-tokoh komunis tentunya mengurangi kecemasan pemerintah, dimana pergerakan mereka mudah diawasi negara.

Catatan Chalid Salim dan dan Schoonheyt untuk Kondisi Kamp Konsentrasi Digoel
Tanah Merah sebagai pusat pemerintahan dan kawasan utama pembuangan ber-lokasi 455 kilometer ke arah hulu Sungai Digoel.

Tanah Merah berada di tengah hutan belantara yang buas. Kamp konsentrasi kedua adalah Tanah Tinggi yang terisolasi dari Tanah Merah, atau berlokasi 55 kilometer dari Tanah Merah.

Kedua kawasan ini merupakan sarang nyamuk malaria, panas, gersang, dan jarang penduduknya.

Pada Maret 1926, dua orang tahanan sudah dimangsa buaya ketika sedang mandi, satu di antaranya Mangoenatmodjo.

Ada hal yang unik dari kamp kosentrasi yang tidak dilengapi kawat kawat berduri. Kawat berduri hanya bisa dijumpai di rumah serdadu dan keluarga mereka.

Para tahanan dibiarkan berkeliaran dan menetap di kawasan radius 25 kilometer dari kamp tahanan. Namun mereka tidak bisa pergi sejauh mungkin, karena posisi kamp berada di kepung hutan belantara.

Tanah Merah terdiri tiga kawasan berbeda yang dipisahkan sungai-sungai kecil, di mana wilayah administratif (bestuursterrein) mencakup kediaman para pejabat sipil, kamp militer dan kamp pembuangan.

Kisah Digoel yang dinarasikan pernah ditulis oleh Schoonheyt dan Chalid Salim sejak Juli 1927-1943.

Schoonheyt dan Chalid hampir mengetahui setiap sudut Digoel karena sering berkeliling di kawasan itu. Dalam memoarnya, ia menulis perjalanan dari dermaga mencari tempat pembiakan nyamuk anopheles.

Schoonheyt mendeskripsikan sepanjang sungai, di sisi kanan, terdapat bangunan memanjang untuk staf bagian perawatan perahu motor, dan beberapa rumah batu bagi para pegawai sipil rendahan dan staf polisi. Seluruh rumah dikelilingi taman-taman berukuran kecil yang terawat rapi di sisi kiri.

Selain rumah dinas, juga terdapat rumah penginapan. Di sebelah kiri rumah penginapan, menurut Chalid terdapat lapangan tenis bagi sipil dan tentara yang terawat memanjang di sisi lintasan sungai.

Di taman ini berdiri rumah tinggal besar dan megah milik kepala pemerintahan asisten residen tahun 1930-an, dan di sebelahnya ada rumah yang lebih sederhana dihuni seorang komandan militer garnisun berpangkat kapten.

Di sebelah kanan rumah penginapan terdapat jalan lebar berbatu, dan di sepanjang jalan itu ada stasiun pembangkit listrik, kantor pos, penjara sipil, dan gereja Katholik dengan pusat misinya.

Tahanan politik yang moderat, menurut Chalid, umumnya bekerja di pusat stasiun pembangkit listrik dan kantor telepon.

Akhir tahun 1930-an, Chalid sudah bekerja pada dinas pengendali malaria. Setiap hari ia menyaksikan satu atau dua orang agen polisi bertugas menjaga penjara, duduk di tikar dan bermain kartu Ceki dengan para napi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com