Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertempuran Teluk Leyte, Debut Pasukan Udara Berani Mati Jepang

Kompas.com - 28/12/2023, 19:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Setelah Jepang kalah dari Amerika Serikat (AS) dalam Pertempuran Laut Filipina pada Juni 1944, dua kubu lanjut beradu kekuatan dalam Pertempuran Teluk Leyte.

Pertempuran Teluk Leyte, yang terjadi antara 23 hingga 26 Oktober 1944, terkadang disebut sebagai Pertempuran Laut Filipina Kedua, karena terjadi di Teluk Leyte, bagian dari Laut Filipina.

Pertempuran Teluk Leyte menjadi pertempuran laut terbesar dalam Perang Dunia II, yang melibatkan lebih dari 200.000 personel angkatan laut.

Dalam pertempuran ini, Jepang meluncurkan serangan kamikaze atau pasukan udara berani mati, untuk pertama kalinya.

Baca juga: Pertempuran Laut Filipina, Perang Kapal Induk Terbesar dalam Sejarah

Latar belakang Pertempuran Teluk Leyte

Kekalahan dalam Pertempuran Laut Filipina membuat Jepang kehilangan hampir 500 pesawat tempur dan sejumlah kapal induknya.

Kendati sebagian besar angkatan perangnya telah hancur dilahap pasukan Sekutu, Jepang belum mau menyerah.

Pada 20 Oktober 1944, Sekutu menginvasi Kepulauan Filipina, yang diduduki oleh Jepang.

Sekutu memang bertujuan menjauhkan Jepang dari koloninya di Asia Tenggara, yang menjadi sumber pasokan minyak yang penting bagi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Di samping itu, penguasaan atas Filipina dan kepulauan di sekitarnya akan memuluskan jalan bagi Sekutu menuju negara induk Jepang.

Menanggapi hal itu, Jepang mengumpulkan seluruh kekuatan Angkatan Laut yang tersisa, untuk mengusir pasukan Sekutu dari wilayah pendudukannya.

Alhasil, terjadi pertempuran di perairan dekat Pulau Leyte, Samar, dan Luzon di Filipina antara 23 hingga 26 Oktober 1944 antara Jepang melawan pasukan Sekutu yang terdiri dari gabungan pasukan AS dan Australia.

Baca juga: Pertempuran Midway, Titik Balik Perang Dunia II di Pasifik

Kronologi Pertempuran Teluk Leyte

Dalam operasi militer kali ini, Sekutu menyiapkan 157 kapal tempur, 420 kapal amfibi, 84 kapal patroli, dan kapal penyapu ranjau, yang berada di bawah komando Wakil Laksamana Kinkaid.

Mereka disokong oleh 17 kapal induk, 6 kapal perang, 16 kapal penjelajah, dan 56 kapal perusak di bawah pimpinan Laksamana Halsey.

Pada 21 Oktober, dua kapal penjelajah Australia ditabrak secara sengaja oleh pesawat Jepang.

Kapal Australia menjadi sasaran pertama dari serangan udara bunuh diri pilot Jepang, yang menewaskan 30 awak, termasuk komandannya, dan 64 lainnya luka.

Kendati demikian, serangan kamikaze yang terorganisir terhadap pasukan Sekutu baru dilancarkan empat hari kemudian.

Istilah kamikaze diartikan sebagai pasukan udara Jepang yang dalam Perang Dunia II bersedia mati dengan cara menabrakkan pesawat yang mereka tumpangi pada lawannya.

Sehari kemudian, Angkatan Laut Jepang resmi diberangkatkan untuk mencegat invasi pasukan Sekutu ke Kepulauan Filipina.

Baca juga: Pertempuran Okinawa, Serangan Terganas di Akhir Perang Dunia II

Jepang mengerahkan 1 kapal induk, 3 kapal induk ringan, 6 kapal perang, 2 kapal induk hibrida, 13 kapal penjelajah berat, 6 kapal penjelajah ringan, dan 31 kapal perusak.

Tampaknya, armada yang dikirimkan Jepang tergolong cukup tangguh. Sayangnya, semua awak pesawat yang dikirimkan masih amatir, yang menjadi kelemahan utama Jepang dalam beberapa operasi terakhirnya dalam Perang Dunia II.

Pada 23 Oktober 1944, Pertempuran Teluk Leyte resmi dimulai, yang melibatkan kekuatan angkatan laut terbesar semasa Perang Dunia II.

Pertempuran Teluk Leyte sebenarnya meliputi empat pertempuran yang saling terkait, yakni Pertempuran Laut Sibuyan, Pertempuran Selat Surigao, Pertempuran Tanjung Engano, dan Pertempuran Samar.

Kekuatan yang tidak berimbang membuat Jepang dengan mudah ditaklukkan oleh pasukan Sekutu.

Bahkan dalam upayanya menghadapi Sekutu, Jepang untuk pertama kalinya melakukan serangan kamikaze secara terorganisir.

Baca juga: Pertempuran Selat Denmark, Kemenangan Semu Jerman atas Inggris

Sayangnya, Jepang tetap gagal mempertahankan posisinya di Kepulauan Filipina dan angkatan perangnya semakin berkurang banyak.

Pertempuran Teluk Leyte menandai berakhirnya operasi kapal induk Jepang dan memberi Sekutu kendali atas Pasifik.

Angkatan Laut Kekaisaran Jepang tidak pernah lagi bisa melancarkan operasi militer karena sebagian besar armadanya telah hancur dan kekurangan bahan bakar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com