KOMPAS.com - Monumen Pancasila Sakti dibangun untuk mengenang tujuh Pahlawan Revolusi yang menjadi korban peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Monumen ini terletak di kawasan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, yang juga menjadi lokasi ditemukannya jenazah tujuh Pahlawan Revolusi.
Pembangunan Monumen Pancasila Sakti digagas oleh Presiden Soeharto, yang memercayakan proyeknya kepada seorang seniman ternama Tanah Air.
Lantas, siapa seniman yang membuat Monumen Pancasila Sakti?
Baca juga: Kondisi Jenazah 7 Pahlawan Revolusi, Tidak Seperti Narasi Orde Baru?
Monumen Pancasila Sakti dibuat oleh Edhi Sunarso, maestro patung yang karyanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Ia juga pakar diorama yang ditampilkan di berbagai museum di Tanah Air.
Sebagai seniman yang terkenal akan karyanya yang monumental dan patriotik, Edhi Sunarso telah menghasilkan puluhan karya Garuda Pancasila dari bahan perunggu.
Antara 1960-an hingga 1980-an, ia seolah menjadi mesin penetas garuda lambang negara untuk memenuhi pesanan pemerintah.
Salah satu karya besar yang dibangun Edhi Sunarso pada periode itu adalah Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya.
Dalam pembangunan monumen ini, Edhi Sunarso bertindak sebagai ketua pelaksana, yang dibantu oleh Saptoto sebagai penanggung jawab proyek dan sejumlah mahasiswa Jurusan Seni Patung Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta.
Baca juga: Edhi Sunarso, Pencipta Aneka Monumen Bersejarah di Indonesia
Pembangunan Monumen Pancasila Sakti dimulai pada Agustus 1967.
Monumen Pancasila Sakti berupa dinding setinggi 17 meter (melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia) dengan hiasan patung Garuda Pancasila).
Di depan dinding, terdapat tujuh patung para Pahlawan Revolusi yang berdiri berderet dalam setengah lingkaran.
Tujuh tokoh yang ada di Monumen Pancasila Sakti dari barat ke timur yaitu, Mayjen Soetojo Siswomihardjo, Mayjen DI Panjaitan, Letjen R Soeprapto, Jenderal Ahmad Yani, Letjen MT Harjono, Letjen S Parman, dan Kapten Pierre Tendean.
Monumen Pancasila Sakti diresmikan pada 1 Oktober 1973 oleh Presiden Soeharto, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.