Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Masjid Agung Baitunnur Blora

Kompas.com - 24/05/2022, 08:00 WIB
Febi Nurul Safitri ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masjid Agung Baitunnur merupakan masjid yang menjadi pusat peyebaran dan pengembangan agama Islam tertua di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Masjid ini berdiri di sebelah barat Alun-alun Kota Blora, tepatnya di Kelurahan Kauman, Kecamatan Blora, yang berdekatan juga dengan kompleks Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora. 

Selain digunakan sebagai sarana beribadah, Masjid Agung Baitunnur menjadi salah satu tujuan wisata religi. Hal ini didukung dengan adanya makam Sunan Pojok, yang lokasinya tidak jauh dari masjid. 

Kompleks masjid terdiri atas bangunan induk yang memiliki atas bersusun tiga, dan serambi.

Selain itu, Masjid Agung Baitunnur memiliki artefak kuno yang menjadi keunikannya, seperti mimbar dari kayu berukir, maksurah, dua buah beduk, prasasti berhuruf Jawa di atas ambang pintu masuk ke ruang utama, dan angka 1892 di daun pintu.

Baca juga: Sejarah Masjid Agung Surakarta

Sejarah berdirinya Masjid Agung Baitunnur Blora

Masjid ini didirikan pertama kali oleh Raden Tumenggung (RT) Jayeng Tirtonoto pada 1774.

Kala itu, RT Jayeng Tirtonoto memerintah Kabupaten Blora di bawah Kasunanan Surakarta.

Tahun pendirian masjid ditandai dengan sengkala "Catur Ing Pandhita Sabdaning Ratu", yang artinya 1774.

Sengkala adalah angka tahun yang disimbolkan dengan kata-kata, gambar, atau benda.

Pada masa pemerintahan RT Jayeng Tirtonoto, masjid telah memiliki bedug, tetapi belum terdapat mimbar katib.

Bedug Masjid Agung Baitunnur Blora terbuat dari pohon jati utuh yang berlubang di tengahnya.

Konon, pohon jati itu ditemukan oleh RT Jayeng Tirtonoto di sebuah tempat yang kemudian dinamakan Desa Growong.

Pohon jati tersebut dapat dibuat menjadi tiga bedug, yang masing-masing bagiannya diberikan pada Masjid Agung Surakarta (bagian pangkal), Masjid Agung Blora (bagian tengah), dan Masjid Ngadipurwo (bagian pucuk) di Blora.

Baca juga: Masjid Sulthoni Wotgaleh: Sejarah, Mitos, dan Sosok Pangeran Purbaya

Pemugaran dari masa ke masa

Barulah pada 1791, Bupati RT Tirto Kusumo membuat mimbar untuk imam memberi khotbah.

Di mimbar tersebut terdapat angka 1718 (tahun Saka) atau berarti tahun 1791 Masehi, dan saka tumpangan mimbar yang diambil dari saka guru rumah pendopo kabupaten, dengan pengerjaan pengukiran dari Jepara.

Masjid Agung Baitunnur Blora kembali dipugar pada masa Bupati RT Tirtonegoro, yang menjabat antara 1823-1842 dan 1843-1847.

Pemugaran yang dilakukan pada 1846 itu mengganti bangunan kayu menjadi bangunan tembok yang lebih kokoh.

Pemugaran berikutnya dikerjakan pada masa pemerintahan Bupati Srinardi, tepatnya pada 1968, dengan menambah bagian depan masjid.

Kemudian, pemugaran juga dilakukan pada 1975, di bawah Bupati Supadi Yudhodarmo, dengan penambahan bangunan menara. 

Baca juga: Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta: Sejarah dan Karakteristiknya

Pemugaran terakhir Masjid Agung Baitunnur Blora dikerjakan pada 1999, di masa pemerintahan Bupati Sukardi Harjoprawiro.

Saat itu, masjid ini mendapat beberapa tambahan ornamen, di antaranya adalah kaligrafi dan angka terukir di tiga pintu bangunan utama.

Selain di pintu, beberapa ornamen juga dapat ditemui di dalam bangunan utama masjid, tepatnya pada dinding.

Saat ini, Masjid Agung Baitunnur Blora telah memiliki berbagai fasilitas, meliputi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Playgroup, taman kanak-kanak (TK), dan Sekolah Dasar Islam Baitunnur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com