Di Lasem, koalisi pasukan Tionghoa dan Jawa dibubarkan oleh Tumenggung Widyaningrat.
Untuk menghilangkan jejak, adipati meminta mereka untuk menyembunyikan senjata dan menjalani kehidupan seperti biasa.
Tumenggung Widyaningrat kemudian berangkat ke Mataram untuk melaporkan peristiwa penyerangan Rembang, Juana, dan Jepara.
Adipati menjelaskan bahwa rakyatnya tidak mengetahui apa-apa, karena pemberontakan dilakukan oleh etnis Tionghoa dari berbagai daerah.
Namun, siasat Tumenggung Widyaningrat tercium oleh Pakubuwono II. Akibatnya, pada 1473 Lasem jatuh ke tangan VOC.
Baca juga: Perang Saparua: Penyebab, Tokoh, Jalannya Perlawanan, dan Akhir
Tumenggung Widyaningrat kemudian dipecat dan jabatannya diturunkan menjadi Tumenggung Mayor Titular, jabatan boneka yang diciptakan VOC.
Setelah itu, Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono, serta orang-orang Tionghoa di Lasem terus diawasi oleh VOC.
Meski berada di bawah pengawasan Belanda, semangat Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono untuk memberontak bangsa pejajah tidak pernah padam.
Perlawanan dilanjutkan pada 1750, Raden Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono beserta Kiai Ali Badawi menyerbu kedudukan VOC di Rembang.
Ketiga tokoh ini memimpin pasukan yang terdiri dari gabungan etnis Tionghoa, Jawa, serta kalangan santri.
Namun, dalam pertempuran ini, Raden Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono gugur.
Setelah itu, perlawanan di Lasem benar-benar padam, menandai berakhirnya Perang Kuning.
Di tangan Belanda, Lasem tidak lagi menjadi kota kabupaten, tetapi setara dengan kecamatan dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Rembang.
Referensi: