Pada 689, I-Tsing kembali ke Guangzhou untuk mendapatkan tinta dan kertas yang belum dimiliki Sriwijaya.
Masih di tahun yang sama, ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal di Indonesia hingga 695.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya dalam menerjemahkan kitab suci Buddha, I-Tsing kembali ke China.
Selama 25 tahun perjalanannya, I-Tsing diperkirakan telah menerjemahkan sekitar 400 teks Buddha yang kemudian dibawa kembali ke China.
Begitulah peran I-Tsing dalam penyebarluasan ajaran Buddha, yaitu dengan cara menerjemahkan kitab.
I-Tsing juga membuat catatan yang menggambarkan petualangannya dari China ke Sriwijaya hingga akhirnya sampai di India.
Baca juga: Kerajaan Sriwijaya: Letak, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Peninggalan
I-Tsing adalah salah satu tokoh yang berperan besar dalam historiografi Indonesia.
Catatan perjalanannya menjadi sumber para peneliti dalam mengungkap Kerajaan Sriwijaya dan perkembangan ajaran Buddha di nusantara pada abad ke-7.
Dalam catatannya, ia kagum dengan perkembangan agama Buddha di Sriwijaya.
I-Tsing bahkan menyarankan para biksu dari negerinya yang hendak menuju Nalanda untuk belajar di Sriwijaya.
Ketika tinggal di Sriwijaya, ia bertemu dengan para biksu dari pulau-pulau di nusantara lainnya.
Menurutnya, Kerajaan Holing atau Kalingga di Jawa dapat ditempuh empat hari perjalanan melalui laut dari Sriwijaya.
Ia juga menulis bahwa raja-raja di nusantara banyak yang memeluk agama Buddha.