Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa di Tatar Sunda Jarang Ditemukan Candi?

Salah satu jenis bangunan dari masa Hindu-Buddha yang cukup mudah ditemukan di Jawa adalah candi.

Namun apabila diamati, di Tatar Sunda atau bagian barat Pulau Jawa (khususnya Jawa Barat dan Banten), tidak banyak ditemukan candi dibandingkan dengan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

Beberapa alasan yang dikemukakan para ahli sejarah terkait mengapa di Sunda jarang ditemukan candi adalah arsitektur candi di Jawa Barat berbeda dari di Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahan penyusunnya mudah lapuk, serta faktor perpindahan ibu kota kerajaan.

Arsitekturnya berbeda

Salah satu alasan mengapa banyak ditemukan candi di Jawa adalah keberadaan kerajaan-kerajaan besar pada masa Hindu-Buddha, seperti Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Singasari, Kerajaan Kediri, dan Majapahit.

Beberapa candi megah yang ditinggalkan kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Kalasan, Candi Penataran, Candi Singosari, Candi Brahu, dan masih banyak lainnya.

Semua candi tersebut berdiri di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta, karena memang di Jawa Barat tidak banyak candi yang dapat dikagumi keindahannya.

Melansir Historia, arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, mengatakan bahwa kerajaan Sunda kuno sebenarnya juga mendirikan banyak bangunan suci untuk aktivitas keagamaan.

Namun, bangunan suci yang sempat disebut dalam naskah-naskah kuno tersebut, hingga kini belum diketahui pasti lokasinya.

Salah satu hal yang membuat bangunan suci di Jawa Barat tidak mudah ditemukan adalah arsitektur atau gaya bangunannya berbeda dari candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Arsitektur candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur mempunyai bentuk baku yang terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan atap.

Unsur tersebut berbeda dengan candi di Tatar Sunda, yang hanya mempunyai bentuk dasar berupa batur tunggal, memiliki satu teras, dan terbuat dari batu polos atau balok bata.

Di samping itu, ada pula yang berupa punden berundak yang tersusun dari beberapa teras.

Candi Cangkuang di Garut, Jawa Barat, yang telah dipugar memang menunjukkan bagian kaki, tubuh, dan atap, seperti candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Namun, menurut Agus Munandar, hasil rekonstruksi Candi Cangkuang belum pasti kebenarannya.

Adapun candi di Jawa Barat seperti Candi Blandongan, Candi Serut, dan Candi Jiwa, semua berbentuk punden berundak.

Bahan penyusunnya tidak tahan lama

Beberapa candi di Jawa Barat yang ditemukan kondisinya tinggal reruntuhan atau serakan bebatuan saja, misalnya Candi Dingkel, Candi Ronggeng, dan Candi Bojongmenje.

Menurut Agus Munandar, sangat mungkin candi di Jawa Barat terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, sehingga mudah lapuk dan tidak meninggalkan bekas.

Bahkan di Situs Astana Gede, Kawali, Ciamis, yang dipercaya sebagai ibu kota Kerajaan Galuh, hanya tersisa halaman berundak-undak dan batu-batu bagian dari bangunan.

Oleh karena Prasasti Kawali I menyebut Prabu Wastu Kancana pernah bertapa di sana, Agus Munandar meyakini bahwa di Situs Astana Gede dulunya ada bangunan pertapaan yang terbuat dari bahan tidak permanen, mungkin hanya berupa rumah panggung yang ditutup dinding kayu atau terbuka.

Karena terbuat dari bahan yang mudah lapuk, dapat dimengerti apabila candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Sunda yang pernah berdiri di Tatar Sunda, tidak lagi tersisa.

Pusat kekuasaannya berpindah-pindah

Sejarawan sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Profesor Doktor Nina Herlina Lubis menjelaskan bahwa ibu kota atau pusat kekuasaan Kerajaan Galuh berpindah-pindah.

Berdasarkan tinggalan sejarah, diketahui bahwa Kerajaan Galuh bermula di daerah di dekat Banjar saat ini, lalu berpindah ke perbatasan Ciamis-Banjar, dan dipindahkan lagi ke daerah Kawali.

Menurut Nina Herlina Lubis, ibu kota Kerajaan Galuh dan Sunda yang berpindah-pindah menjadi sebab kerajaan di Jawa Barat memiliki tinggalan sejarah berupa bangunan candi yang lebih sedikit dibandingkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Karena berpindah-pindah jadi tidak punya waktu membangun candi besar. Di Jateng dan Jatim masyarakatnya petani sawah, sehingga cukup punya waktu membangun bangunan monumental,” ungkap Nina Herlina Lubis sebagaimana dikutip Kompas.com dari situs resmi Universitas Padjadjaran, Senin (15/1/2024).

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/15/230000979/mengapa-di-tatar-sunda-jarang-ditemukan-candi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke