Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sam Poo Kong: Sejarah Awal Berdiri hingga Masa Kini

Daya tarik yang ditawarkan kawasan ini adalah arsitektur khas Tiongkok yang melekat pada setiap sudut bangunannya.

Bukan bangunan biasa, ada nilai historis yang panjang di balik Sam Poo Kong Semarang.

Kawasan Sam Poo Kong dulunya merupakan salah satu lokasi peristirahatan rombongan Laksamana Cheng Ho kala berlayar melintasi Pulau Jawa, enam abad silam.

Berikut kisah di balik berdirinya kawasan wisata Kelenteng Agung Sam Poo Kong.

Berawal dari Pelayaran Cheng Ho

Pada abad ke-15 Masehi, Laksamana Cheng Ho mendapat perintah dari Dinasti Ming (1368-1644) di bawah Kaisar Yongle untuk melakukan pelayaran dalam misi perdamaian dan diplomatik.

Pelayaran pertamanya dilakukan pada 1405. Tujuan pelayaran ini di antaranya adalah Malaka, Sumatera, dan Pulau Jawa.

Banyak kota di Indonesia yang disinggahi oleh Cheng Ho. Salah satunya adalah Kota Semarang, Jawa Tengah.

Tidak ditemukan tanggal pasti armada cheng Ho mendatangi Kota Semarang, tetapi ahli sejarah meyakini ia tiba dpada abad ke-15.

Kedatangan Cheng Ho di Semarang, khususnya di kawasan Gedong Batu Simongan (Sam Poo Kong) kala itu, dalam ihwal istirahat dan mengobati juru mudinya yang bernama Wang Jing Hong.

“Mereka beristirahat di Gua Batu. Selama persinggahannya, mereka mengajari pribumi sekitar cara bercocok tanam. Tidak lama kemudian, mereka berlayar lagi dan Wang Jing Hong tetap tinggal di sini (Simongan),” terang Candra, Ketua Yayasan Sam Poo Kong, saat dijumpai Kompas.com pada 19 Mei 2023 lalu.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa Cheng Ho juga melakukan upaya islamisasi, sebagaimana diungkap Yuanzhi dalam buku Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara.

Untuk mengenang perjalanan Cheng Ho di Semarang, sang juru mudi yang memilih tinggal di Gedong Batu, kemudian mendirikan sebuah patung di dalam goa peristirahatan.

Dari goa menjadi kelenteng

Sang juru mudi yang memilih tinggal di kawasan Gedong Batu, mulai beradaptasi dengan masyarakat sekitar.

Menurut penuturan Candra, sebelum dibangun sebuah kelenteng, goa tempat peristirahatan armada Cheng Ho itu telah digunakan sebagai tempat sembahyang umat Konghucu.

Akan tetapi, pada 1704, goa tersebut runtuh. Agar jejak Cheng Ho tidak hilang, goa itu dibangun ulang bersamaan dengan kelenteng dengan nama Sam Poo Kong.

Nama Sam Poo Kong digunakan sebagai upaya mengenang pimpinan armada, yaitu Laksamana Cheng Ho, yang bernama asli Ma San Bao.

Sam Poo Kong atau San Bao Dong (bahasa Mandarin), dalam dialek Hokkian memiliki arti Gua San Bao.

Kala itu, kelenteng Sam Poo Kong masih berupa bangunan biasa dengan luas lahan terbatas dan kerap mendapat halangan dari dari tuan tanah sekitar.

Masalah itu kemudian menjadi alasan keterlibatan beberapa pengusaha, seperti Oei Tjie Sien, dalam upaya pembangunan Klenteng Sam Poo Kong.

Oei Tjie Sien merupakan orang terkaya di Asia Tenggara pada abad ke-19. Ia merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, Si Raja Gula Hindia Belanda dari Semarang.

Melihat dinamika yang terjadi pada kelenteng Sam Poo Kong, atas dasar kesamaan ras, ia turut andil dalam upaya pembebasan lahan di Simongan.

Atas upaya para konglomerat bersama rakyat Tionghoa lainnya, Yayasan Sam Poo Kong kini memiliki lahan yang amat luas.

Sam Poo Kong setelah kemerdekaan

Pada masa pemerintahan Soekarno, kondisi Sam Poo Kong mulai berkembang sedikit demi sedikit, baik secara bangunan maupun jemaat.

Pada masa Orde Baru, Kelenteng Sam Poo Kong mengalami beberapa dinamika dalam upaya pembangunan kawasan.

Diceritakan oleh Candra, pada masa Orde Baru, terjadi upaya pembongkaran gapura kawasan Sam Poo Kong.

“Dulu pas mau bangun gapura, ndak ada syarat-syarat atau izin khusus dari pemerintah. Jadi kami bikin gapura, tapi tiba-tiba tanah itu mau dibuat perluasan jalan, akhirnya dibongkar," kata Candra.

Kelenteng Sam Poo Kong baru berkembang secara pesat pascareformasi, tepatnya setelah Gus Dur mengakui Konghucu sebagai salah satu agama di Indonesia.

Pada 2002, pembangunan kawasan Sam Poo Kong dimulai hingga kini menjadi kawasan wisata religi yang masyhur.

Referensi:

  • Candra Budi Atmadja (Ketua Yayasan Klenteng Agung Sam Poo Kong).
  • Putra, Dimas Yulian, et al. Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Semarang Tahun 1403-1433. 2018.
  • Fauzan, H. A. (2017). Sejarah pelayaran Cheng Ho di Indonesia pada abad ke-15 dan jejak peradabannya (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

https://www.kompas.com/stori/read/2023/05/29/210000179/sam-poo-kong--sejarah-awal-berdiri-hingga-masa-kini

Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke