Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Metode Dakwah Sunan Kudus

Wilayah dakwah Sunan Kudus adalah di Kudus, Jawa Tengah, kemudian juga sempat berkelana ke Sragen dan Gunung Kidul.

Sunan Kudus merupakan murid Sunan Kalijaga, yang juga meniru pendekatan dakwahnya, yakni sangat toleran terhadap budaya setempat.

Karena itu, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga, yang terbilang satu aliran dalam berdakwah, dikenal sebagai Wali Songo golongan abangan.

Abangan digunakan untuk menyebut umat Islam yang masih mempraktikkan tradisi nenek moyang atau Hindu-Buddha.

Bagaimana cara Sunan Kudus berdakwah?

Metode dakwah Sunan Kudus

Sunan Kudus melakukan dakwah Islam di Jawa pada saat mayoritas masyarakatnya merupakan pemeluk Hindu dan Buddha, bahkan tidak sedikit yang masih kuat ikatannya terhadap budaya nenek moyang.

Oleh karena itu, Sunan Kudus mengutamakan toleransi sebagai caranya mendekati masyarakat Kudus.

Berikut ini beberapa metode dakwah Sunan Kudus.

Berdakwah dengan kontak budaya

Seperti Sunan Kalijaga, dalam berdakwah Sunan Kudus memilih untuk mengapresiasi budaya setempat.

Salah satu cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha, yang terlihat pada arsitektur Masjid Kudus.

Masjid Menara Kudus merupakan salah satu peninggalan Sunan Kudus yang paling terkenal, yang bentuk menaranya seperti candi Hindu dan beberapa bagian masjidnya menunjukkan adanya pengaruh Buddha.

Pengaruh Buddha misalnya pada bentuk padasan atau pancuran untuk berwudhu, yang dibuat dengan memasukkan unsur ajaran Buddha.

Dengan begitu, masyarakat sekitar tidak berat untuk datang ke masjid dan akhirnya mendengarkan dakwah Sunan Kudus.

Sunan Kudus sangat lunak terhadap tradisi, hanya melakukan beberapa penyesuaian dengan memasukkan ajaran Islam tanpa memaksa masyarakat meninggalkan kepercayaan mereka.

Pada tradisi tujuh bulanan misalnya, Sunan Kudus tidak melarang masyarakat melakukannya, tetapi menekankan agar rasa syukur pada saat prosesi hanya ditujukan kepada Allah.

Dalam dakwahnya, Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita bertema tauhid ke dalam kisah berseri.

Dengan cara ini, ajaran Islam dapat tersampaikan dengan santai dan masyarakat terus berdatangan karena tertarik untuk mengikuti kelanjutan ceritanya.

Seni suara juga menjadi media dalam metode dakwah Sunan Kudus. Sunan Kudus menciptakan gending Maskumambang dan Mijil, yang mengandung ajaran Islam di dalamnya.

Dengan karya Sunan Kudus ini masyarakat diharapkan dapat mempelajari ajaran Islam dengan mudah.

Berdakwah dengan sapi

Salah satu media dakwah Sunan Kudus yang paling unik adalah sapi. Sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat sekitar yang mayoritas memeluk Hindu.

Sunan Kudus memanfaatkan sapi yang diberi nama Kebo Gumarang untuk menarik perhatian masyarakat.

Kebo Gumarang dihias sedemikian rupa dan diikat di halaman masjid, sehingga menarik orang untuk datang dan akhirnya mendengarkan dakwah Sunan Kudus.

Itulah mengapa Sunan Kudus dalam metode dakwahnya menggunakan sapi sebagai media dakwah.

Dari situlah masyarakat sekitar akhirnya tertarik dengan dakwah Sunan Kudus, yang berusaha meluruskan akidah secara halus.

Sunan Kudus pandai membaca kondisi masyarakat, sehingga ketika mengajarkan kurban, masyarakat tidak dianjurkan untuk menyembelih sapi, tetapi menggantinya dengan kerbau.

Tidak lupa, Sunan Kudus menekankan bahwa niat kurban itu sendiri tidak lagi ditujukan sebagai sesajen, tetapi rasa syukur kepada Allah.

Hal itu merupakan salah satu bentuk toleransi dan kompromi Sunan Kudus dalam dakwahnya.

Hingga saat ini, para pengikut ajaran Sunan Kudus yang dikenal dengan sebutan kelompok Islam abangan masih bisa ditemui di daerah Kudus dan melakukan tradisi ini saat Idul Adha.

Mengembangkan teknologi terapan

Sunan Kudus memberi teladan kebijaksanaan serta mengembangkan teknologi terapan yang bersifat tepat guna untuk mengangkat perekonomian masyarakat.

Beberapa keahlian yang diajarkan Sunan Kudus adalah teknik membuat keris, pandai besi, kerajinan emas, dan membuat alat-alat pertukangan.

Referensi:

  • Aizid, Rizem. (2015). Islam Abangan dan Kehidupannya. Yogyakarta: DIPTA.
  • Anam, Miftahul, dkk. (2021). Membangun Harmoni Antarumat Beragama. Bogor: Guepedia.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/25/130000879/metode-dakwah-sunan-kudus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke