Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Energi Hijau, Sejarah Tanpa Merusak Lingkungan

JAKARTA, KOMPAS.com - Energi hijau makin mengemuka di dunia sebagai jawaban bagi perkembangan industri tanpa merusak lingkungan.

Sumber energi hijau adalah bahan yang aman dan tidak menimbulkan akibat negatif atau meminimalisasikan kerusakan lingkungan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak awal abad 21 sudah mencanangkan mengenai energi hijau.

Revlousi Industri sampai dengan generasi keempat, saat ini, menjadi inspirasi pentingnya industri hijau untuk keselamatan Bumi dari berbagai pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Terkini, PBB mengajak pihak swasta melakukan investasi energi hijau sebagai lanjutan dari keputusan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim Paris pada 2021.

Energi hijau

Sumber bacaan pada tulisan di laman Kompas.com pada 13 Oktober 2022 menyebut Indonesia akan merealisasikan Emisi Nol (NZE) pada 2060.

Lantas, tulisan di laman Kompas.com pada 7 Juli 2022 juga mengingatkan kembali agar pencapaian energi NZE menjadi energi hijau wajib meminimalisasikan risiko kerusakan lingkungan.

Selanjutnya, laman esdm.go.id tentang energi baru dan terbarukan (EBT) memberikan informasi mengenai jenis-jenis energi hijau.

Beberapa di antaranya adalah energi dari tenaga matahari, tenaga angin, dan baterai listrik.

Baterai untuk kendaraan listrik berasal dari bahan tambang nikel.

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil nikel besar di dunia.

Tercatat, khususnya di Sulawesi, ada empat pertambangan nikel.

Pertama di Luwu, Sulawesi Selatan.

Kedua di Soroako, Sulawesi Selatan.

Ketiga di Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Keempat, di Morowali, Sulawesi Tengah.

Kolaka adalah lokasi tambang nikel pertama di Indonesia.

Penemuan tambang timah di Kolaka terjadi pada 1901.

Lokasi persisnya ada di Pegunungan Verbeek.

Pengingat

Dunia pendidikan, sementara itu, berkenaan dengan energi hijau kembali mengingatkan pentingnya memperkecil risiko kerusakan lingkungan.

Media pengingat yang dipakai antara lain sebuah film dokumenter tentang energi hijau karya Stephanie Tangkilisan pada perhelatan Bedah Ilmiah Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta, baru-baru ini.

Film tentang kritik terhadap program energi hijau di Indonesia itu berjudul From Dreams to Dust produksi 2022.

Film tentang energi hijau itu mengisahkan dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan nikel di Desa Tapunggaeya, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Nikel di situ, kabarnya, digunakan sebagai bahan baku baterai mobil listrik.

Kendati demikian, dampak pertambangan yakni batu-batu besar mengisi garis pantai.

Polusi pasir akibat pertambangan membuat sumber air di kampung itu pun terkontaminasi.

Secara sosial, masyarakat di Tapunggaeya yang awalnya berprofesi nelayan, kini mengadu nasib sebagai pekerja pertambangan.

Menurut isi film tentang energi hijau ini, risiko bekerja di pertambangan lebih tinggi ketimbang warga menjadi nelayan.

Catatan apik dari film dokumenter tentang energi hijau ini adalah memenangi Yale Environment 360 Contest 2022.

Tayangan perdana film dokumenter ini adalah pada 9 November 2022 secara daring dan 11 November 2022 secara langsung di festival film DOC NYC.

DOC NYC diklaim sebagai festival film dokumenter terbesar di Amerika.

Festival film dokumenter tahunan di Amerika ini selalu dilaksanakan di New York, AS.

Nama-nama dalam produksi film dokumenter tentang energi hijau ini antara lain Stephanie Tangkilisan dan Muhammad Fadli.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/24/170000179/energi-hijau-sejarah-tanpa-merusak-lingkungan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke