Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Batu Pipisan, Alat Penumbuk dari Zaman Purba

Penampilan batu pipisan menyerupai batu pelandas yang relatif datar dengan bentuk persegi panjang, dan biasanya mempunyai kaki.

Batu pipisan umumnya ditemukan bersama dengan disertai batu giling berbentuk silinder atau sering disebut gandik.

Meski bentuknya berbeda, fungsi batu pipisan dan gandik serupa dengan cobek dan ulekan di masa sekarang, yaitu untuk menghaluskan atau menumbuk makanan.

Fungsi batu pipisan

Fungsi dari batu pipisan yang berasal dari zaman Mesolitikum adalah untuk menumbuk makanan, ramuan obat-obatan dari tumbuhan, serta menghaluskan cat merah (oker) yang berasal dari tanah merah.

Mengenai fungsi dari pemakaian cat merah tidak diketahui pasti, tetapi diduga kuat untuk keperluan keagamaan.

Penggunaan batu pipisan menjadi tanda bahwa pada zaman Mesolitikum, manusia purba telah melumat makanan dan membuat ramuan atau jamu dari tumbuh-tumbuhan.

Penggunaan alat batu ini adalah dengan menempatkan bahan yang hendak dihaluskan pada batu pipisan, kemudian digiling menggunakan batu giling secara horizontal.


Penemuan batu pipisan

Batu pipisan banyak ditemukan di situs-situs di Jawa Tengah. Salah satu penemu batu pipisan adalah Stein Callenfels, yang melakukan penelitian di Jawa Timur dan Pulau Sumatera.

Penelitian Stein Callenfels di Gua Lawa, dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, pada 1928-1931, menemukan batu pipisan dalam jumlah banyak.

Jumlah batu pipisan di situs tersebut mencapai 79 buah, yang tersebar di dalam seluruh lapisan.

Batu pipisan itu diperkirakan digunakan untuk menghaluskan atau menumbuk biji-bijian.

Selain itu, sebagian ada yang mengandung bekas-bekas cat berwarna merah.

Stein Callenfels juga melakukan penelitian di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera.

Di antara tumpukan sampah dapur (kjokkenmoddinger) yang diteliti, ditemukan batu pipisan untuk menghaluskan cat merah yang diduga digunakan untuk upacara keagamaan.

Sedangkan dari Situs Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ditemukan batu pipisan tanpa kaki yang berasal dari zaman Megalitikum.

Berbeda dengan penemuan batu pipisan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang biasanya mempunyai kaki.

Peneliti menyimpulkan bahwa batu pipisan di situs tersebut tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi khusus untuk upacara tertentu.

Keberadaan batu pipisan dari masa ke masa

Penggunaan batu pipisan diperkirakan bermula dari zaman Mesolitikum hingga masa-masa selanjutnya, bahkan terus digunakan oleh masyarakat hingga kini dengan bentuk yang beragam.

Setelah masa prasejarah, batu pipisan digunakan oleh masyarakat dari zaman kuno.

Salah satu buktinya terdapat pada relief di Candi Borobudur, yang menggambarkan orang sedang meramu jamu menggunakan batu pipisan dan gandik.

Pada 1985, batu pipisan dari batu andesit ditemukan di Desa Koto Kandis, Jambi.

Pada batu pipisan itu terdapat tulisan yang berbahasa dan aksara Jawa Kuno, yang diperkirakan berasal dari abad ke-8.

Dalam perkembangannya, muncul kepercayaan tertentu dari para pengguna batu pipisan.

Konon, jika seseorang mematahkan batu pipisan pada waktu digunakan, maka orang tersebut akan mendapatkan sial atau ketidakberuntungan. Untuk menghilangkan hal tersebut, harus diadakan selamatan.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/23/180000779/batu-pipisan-alat-penumbuk-dari-zaman-purba

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke