Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Muhammad Abduh, Tokoh Pembaru Islam dan Mufti Agung Mesir

Dikenal sebagai sosok pemikir sejak duduk di bangku sekolah, ia pun menjadi salah satu penggagas gerakan modernisme Islam di Mesir.

Melalui artikel-artikel di surat kabar Al-Ahram, di Kairo, gagasan pembaruannya bisa sampai ke telinga para pengajar.

Salah satu ide pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh adalah merombak hal-hal pragmatis (sifat yang mengutamakan kepraktisan).

Riwayat pendidikan Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir pada 1849 di distrik Sibsyir, Mesir, dengan nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.

Ia adalah putra petani bernama Abduh bin Hasan Khairullah dan Junaidah Uthman.

Sejak kecil, sang ayah sudah menekankan pada Muhammad Abduh agar fokus mengenyam pendidikan, tidak mengikuti jejak saudara-saudaranya yang membantu orang tuanya bertani.

Oleh sebab itu, sejak usia muda, Muhammad Abduh sudah merantau untuk bersekolah di beberapa kota, di antaranya:

Tanta

Kota pertama yang didatangi Muhammad Abduh adalah Kota Tanta di Mesir, pada 1862 atau ketika usianya masih 13 tahun.

Sewaktu di Tanta, Muhammad Abduh banyak belajar ilmu fikih, Al Quran, dan berbagai ilmu di Masjid Al-Ahmadi.

Saat sekolah di Tanta, Muhammad Abduh mendapati bahwa ada sistem pendidikan yang perlu dikritik, yaitu di mana secara umum para murid tidak diperkenankan untuk bertanya, baik saat pelajaran berlangsung ataupun sesudahnya.

Merasa tidak cocok dengan sistemnya, ia memutuskan untuk kabur dari sekolah dan menikah.

Beberapa waktu setelah menikah, Abduh kembali ke Tanta. Selama periode ini hingga 1866, ia belajar di bawah bimbingan pamannya, Darwish, yang merupakan anggota gerakan Islam dan reformis Madaniyya Tarqah di Mesir.

Kairo

Pada 1866, di usia 17 tahun, Muhammad Abduh mendaftar ke Universitas Al-Azhar di Kairo, di mana ia belajar tentang logika, filosofi Islam, teologi, dan ilmu sufi.

Ia belajar di bawah bimbingan filsuf Islam bernama Jamal al-Din al-Afghani.

Selama masa pendidikan di Kairo, Muhammad Abduh belajar banyak hal, termasuk masalah-masalah yang ada di Mesir dan dunia Islam, serta teknologi pada masa peradaban Barat.

Pada masa inilah, mulai muncul pemikiran-pemikiran baru darinya mengenai Islam, terutama karena kondisi sosial dan pemahaman keagamaan umat Islam di Mesir kala itu.

Kondisi yang dimaksud adalah terjadinya pemikiran yang statis dan jumus, serta sistem pendidikan yang bersifat dualistik.

Berkat kepiawaiannya, pada 1877, Abduh dianugerahi gelar alim atau guru dan mulai mengajar tentang logika, teologi Islam, dan etika di Universitas Al-Azhar.

Setahun setelahnya, pada 1878, ia diangkat sebagai profesor sejarah di perguruan tinggi pelatihan guru Kairo Dar al-'Ulum, kemudian lanjut ke Universitas Kairo.

Pemikiran Muhammad Abduh

Melihat masalah-masalah yang ada saat itu, Muhammad Abduh berdedikasi untuk mereformasi semua aspek masyarakat Mesir lewat pendidikan.

Ia berpendapat masalah-masalah itu muncul karena kurangnya pengetahuan umat Muslim pada saat itu mengenai ajaran Islam yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, Muhammad Abduh mendukung pendidikan agama yang baik, yang dipercaya dapat memperkuat moral anak, dan pendidikan ilmiah.

Selain itu, Muhammad Abduh juga ingin membangkitkan semangat nasionalisme yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Ia juga menulis beberapa artikel yang mengulas tentang korupsi. Berikut ini beberapa gerakan pembaruan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh.

  • Mendirikan majalah Ar-Urwatul Wusqa bersama rekannya Jamaluddin al-Afghani
  • Mengajak umat Islam untuk kembali pada ajaran Islam sejati
  • Ajaran kemasyarakatan dalam Islam disesuaikan dengan zaman
  • Menghapus taklid dan menumbuhkan ijtihad (sumber hukum setelah Al Quran dan hadis)
  • Menghendaki akal dan waktu

Pokok-pokok gagasan pembaruan Muhammad Abduh juga bisa dilihat dari karya-karyanya, seperti:

  • Risalah al-Waridat
  • Hasyiyah Ala Syarh Al-Dawwani Lil Aqaid Al-Adhudiyah
  • Nahj Balaghah
  • Risalah Tauhid
  • Tafsir Al-Manar
  • Al-Islam Baina al-Ilm wa al-Madaniyah

Maka dari itu, Muhammad Abduh dipandang sebagai salah satu pelopor gerakan modernisasi Islam di Mesir.

Diasingkan dari Mesir

Sejak awal menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Muhammad Abduh dan Afghani kerap melakukan kegiatan politik bersama.

Muhammad Abduh ingin membangkitkan semangat nasionalisme di Mesir yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Pada 1879, karena aktivitas politiknya, Afghani dan Abduh diasingkan, tetapi masih berusaha menyebarkan ide-ide antikolonialnya melalui selebaran.

Meski sedang berada dalam pengasingan, Abduh tidak putus asa untuk mereformasi negaranya hingga akhirnya dikeluarkan dari Mesir oleh pasukan Inggris pada 1882.

Abduh menghabiskan beberapa tahun di Lebanon, di mana ia membantu rakyat di sana mendirikan sistem pendidikan Islam.

Pada 1884, Abduh pindah ke Paris dan menerbitkan sebuah jurnal revolusioner bertajuk al-Urwa al-Wuthqa, yang mengulas tentang pandangan anti-Inggris.

Muhammad Abduh baru kembali ke Mesir pada 1888, dan langsung memulai karier hukumnya.

Akhir hidup

Muhammad Abduh diangkat sebagai hakim di Pengadilan Tingkat Pertama dan menjadi anggota konsultatif dari Pengadilan Tinggi Mesir pada 1891.

Jabatan tersebut ia emban sampai 1899, sebelum dinobatkan sebagai Mufti Agung Mesir periode 1899-1905.

Muhammad Abduh menjadi Mufti Agung Mesir sampai ia meninggal pada 11 Juli 1905 di Mesir, karena karsinoma sel ginjal.

Sebelum wafat, ia sudah mencetuskan konsep kampus Mesir, yang baru bisa dijuwudkan setelah kematiannya.

Gagasan tersebut sekarang terwujud dalam Universitas Kairo, yang didirikan pada 1908.

Referensi:

  • Sedgwick, Mark. (2014). Muhammad Abduh. Inggris: Oneworld Publications.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/29/141000679/muhammad-abduh-tokoh-pembaru-islam-dan-mufti-agung-mesir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke