Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tim Jenkin, Pejuang Anti-Apartheid yang Berhasil Kabur dari Penjara

Karena aktivitas politiknya, ia menjadi buronan dan pernah mendekam di penjara.

Namun, bersama temannya, Tim Jenkin berhasil kabur dari penjara. Kisahnya menginspirasi banyak orang dan semakin membuka mata dunia tentang kebijakan apartheid.

Awal kehidupan

Tim Jenkin lahir pada 1948 di Capetown, Afrika Selatan, dengan nama lengkap Timothy Peter Jenkin.

Ia tinggal di Capetown sampai lulus SMA di Rondebosch High School pada usia 17 tahun.

Setelah lulus, Jenkin menolak ikut wajib militer di Angkatan Pertahanan Nasional Afrika Selatan atau South African Defense Force (SADF) dan memilih bekerja di berbagai tempat.

Pada 1970, ketika usianya menginjak 22 tahun, Jenkin pergi ke Inggris dan bekerja di pabrik fiberglass.

Selama bekerja di pabrik, ia dibayar dengan upah yang murah dan banyak mendapatkan ketidakadilan. Hal inilah yang meningkatkan minatnya pada bidang sosiologi.

Ia pun semakin memperdalam minatnya pada sosiologi dan mempelajari praktik ketidakadilan yang terjadi di negaranya.

Dari situ, Jenkin mulai menuliskan gagasan dan keresahannya mengenai ketidakadilan.

Pada akhir 1970, ia pulang kampung dan melanjutkan studinya di University of Cape Town, hingga lulus pada 1973 sebagai sarjana ilmu sosial.

Aktivitas politik

Semasa kuliah, Jenkin bertemu dengan aktivis bernama Stephen Lee di kelas Sosiologi. Kesamaan minat pada isu-isu ketidakadilan menjadikan mereka dekat.

Ketika itu, pemerintah kulit putih di Afrika Selatan menerapkan kebijakan pemisahan ras yang disebut kebijakan apartheid.

Jenkin dan Lee kecewa dengan kuliah Sosiologi di universitas mereka yang menyetujui kebijakan apartheid.

Hal itu semakin mempertebal semangat mereka untuk melakukan aksi perlawanan.

Pada Februari 1974, Jenkin dan Lee pergi ke London untuk bergabung dengan African National Congress (ANC), sebuah organisasi yang menentang kebijakan apartheid dan dilarang di Afrika Selatan.

Di sana, mereka mendapat berbagai pelatihan menyebarkan propaganda anti-apartheid.

Menyebarkan propaganda

Pada Juli 1975, Jenkin dan Lee pulang ke Afrika Selatan. Mereka kemudian membeli mesin ketik dan peralatan lain yang dibutuhkan untuk mencetak pamflet.

Sejak itu, mereka mulai menyebarkan propaganda anti-apartheid melalui selebaran-selebaran yang dicetak.

Di saat yang sama, Jenkin bekerja sebagai peneliti di University of Western Cape, sebuah universitas yang waktu itu dikhususkan bagi orang-orang selain kulit putih.

Pada Maret 1976, Jenkin mendapat misi dari ANC untuk menyebarkan selebaran di Johannesburg, guna mendukung ANC dalam perjuangan menghapus kebijakan apartheid.

Dalam menjalankan misinya, Jenkin menggunakan sebuah bom yang akan menerbangkan berbagai selebaran sekaligus.

Setelah misi pertamanya itu sukses, ia mengembangkan pemicu bom, sehingga dapat mengontrol bom dari jarak jauh.

Dengan cara ini, Jenkin berhasil meledakkan bom selebaran di Lapangan Grand Parade di Kota Cape Town.

Pada Mei 1976, Jenkin kembali ke London untuk keperluan ANC, sedangkan kegiatan menyebarkan selebaran dilanjutkan oleh Stephen Lee di Johannesburg.

Namun, karena kegiatan penyebaran propaganda tersebut, pada Juli di tahun yang sama, beberapa anggota ANC tertangkap di Cape Town.

Kendati demikian, penangkapan itu tidak menyurutkan semangat Jenkin, yang tetap melanjutkan kegiatan menyebarkan selebaran dengan bom.

Bersamaan dengan itu, sebuah alat pengatur waktu yang akan meledakkan bom selebaran sudah disiapkan di tengah kerumunan di bawah spanduk tersebut.

Sayangnya, tanpa sepengetahuan Jenkin dan Lee, mereka berada di bawah pengawasan polisi.

Ditangkap dan dipenjara

Setelah melakukan banyak aksi penyebaran selebaran tentang propaganda anti-apartheid, Jenkin dan Lee akhirnya ditangkap oleh polisi pada Maret 1978.

Mereka ditangkap atas dugaan partisipasi langsung dalam berbagai aksi melawan pemerintahan apartheid.

Keduanya ditempatkan di Penjara Pretoria yang terletak di Kota Tshwan. Atas perbuatannya, Jenkin dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, sementara Stephen Lee delapan tahun.

Jenkin terus memikirkan bagaimana nasibnya bertahun-tahun mendekam di penjara, sementara kekasihnya menunggu di luar.

Selain itu, bayangan akan siksaan dan hukuman yang berat juga melatarbelakangi keinginannya untuk melarikan diri dari penjara.

Sejak hari pertama penahanan, Jenkin sudah memikirkan cara melarikan diri dari penjara.

Kabur dengan kunci kayu

Banyaknya pintu, penjaga, ditambah menara pengawas di berbagai sudut penjara, menjadi alasan Jenkin berpikir keras setiap malam.

Jenkin, yang mengetahui cara kerja kunci, memiliki ide untuk membuat kunci dari kayu sebagai upaya melarikan diri.

Setelah mengukur kedalaman kunci di pintu selnya, ia bisa mengukir kayu menjadi kunci di bengkel tempat para tahanan dipekerjakan.

Jenkin sempat berkali-kali gagal karena kuncinya tidak berfungsi. Selain itu, rencananya terasa mustahil karena ia harus membuat banyak kunci karena jumlah pintu penjara yang banyak.

Meski mendapat dukungan dari beberapa tahanan lain, tetapi tidak sedikit yang meragukan dan menolak membantu Jenkin.

Alex Mumbaris, tahanan yang sudah lima tahun mendekam di penjara itu, memutuskan membantu Jenkin dan ikut dalam rencana pelariannya.

Setelah sukses membuat kunci untuk semua pintu, Jenkin dan kedua temannya masih harus menghadapai patroli sipir.

Ketika rencana pelariannya berjalan, seorang sipir melakukan patorli, sehingga mereka harus bersembunyi di dalam lemari kecil.

Ketegangan sempat terjadi saat beberapa kali pegangan mereka ke pintu lemari tergelincir yang menyebabkan pintu lemari terbuka. Sementara seorang sipir hanya berjarak sekitar satu meter dari mereka.

Singkat cerita, berkat kegigihan dan rencana yang sangat rapi, pada 11 Desember 1979, Jenkin, Lee, dan Mumbaris, berhasil melarikan diri dari Penjara Pretoria.

Sesampainya di luar penjara, mereka secara sembunyi-sembuyi keluar dari Afrika Selatan dan akhirnya sampai di tempat persembunyian ANC di London.

Pada 1987, Jenkin merilis manuskrip pertamanya yang berisi kisah pelariannya dari Penjara Pretoria.

Jenkin kembali ke Afrika Selatan pada 1991, setelah politik apartheid secara resmi dihapus.

Pada 2003, manuskrip yang ia tulis diterbitkan menjadi buku dan disebarluaskan dengan judul Inside Out: The Pretoria Prison Escape .

Kemudian, pada 2020, kisah tersebut diangkat menjadi sebuah film rilisan Netflix berjudul Escape from Pretoria yang dibintangi oleh Daniel Radcliffe sebagai Tim Jenkin.

Dikabarkan Tim Jenkin hadir langsung di lokasi syuting untuk meninjau proses produksi film ini.

Pada April 2018, ia dianugerahi Penghargaan Konferensi RSA untuk Keunggulan di Bidang Layanan Kemanusiaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/05/14/100000779/tim-jenkin-pejuang-anti-apartheid-yang-berhasil-kabur-dari-penjara

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke