Hal serupa juga dikatan oleh Ario Bimo Utomo, Asisten Profesor Hubungan Internasional UPN Veteran Jawa Timur, dalam sesi sama.
"Indonesia sebenarnya bisa memakai sepak bola sebagai soft power, sumber kekuatan yang sangat potensial," tuturnya.
"Seharusnya Piala Dunia adalah showcase bahwa kita negara yang kapabel menjadi host acara internasional."
Baca juga: Pemain asal Bali soal Penolakan Timnas Israel di Piala Dunia U20: Saya Malu dan Kecewa
Menurutnya, olahraga dan politik memang tak bisa dipisahkan. Namun, dalam konteks ini seharunya bisa.
"Berkaitan dengan Lex sportiva, olahraga punya otonominya sendiri," tuturnya.
"Lex sportiva ada di statuta FIFA di mana semua negara harus memastikan spirit anti diskriminasi khususnya bagi Indonesia yang punya tantangan dalam menerima delegasi dari Israel."
Ia pun mengatakan semua stakeholder harus bisa berbenah ke depannya dengan melakukan mitigasi risiko.
Proses bidding dikatakan bukan hanya memastikan kesuksesan event tetapi juga komitmen soal filosofi olahraga.
Ia mengatakan bahwa ketika suatu negara sudah bidding maka mereka harus tunduk kepada filosofi olahraga tersebut. Artinya, tunduk kepada statuta FIFA atau FIFA code of conduct.
Ia mencontohkan kasus Palestina di mana dari tujuh Olimpiade musim panas yang mereka ikuti dari 1996, hanya satu negara tuan rumah yang mengakui status mereka sebagai negara.
"Yang mengakui hanya China, di Beijing pada 2008," tuturnya. "Namun, delegasi Palestina tetap bisa masuk."
"Hal serupa terjadi di sepak bola di mana Yunani bermain lawan Kosovo di UEFA Nations League walau mereka tak mengaku Kosovo sebagai negara. Ukraina juga tak mengakui Kosovo tetapi tetap bermain melawan mereka."
"Prinsip diplomatik kita tidak harus menghalangi dari mengikuti kompetisi," ujarnya lagi. "Yang harus dipikirkan kembali adalah bagaimana memitigasi atau menghindari kondisi-kondisi ini supaya tak terjadi lagi."
Baca juga: Gagal Mentas di Piala Dunia, M Ridho Beri Semangat untuk Timnas U20
Hal ini pun mendapat dukungan dari Hugo Andreas Pereira, anggota Komisi X DPR/MPR RI yang juga kader PDI Perjuangan.
"Saya kaget juga kok Gubernur Bali bisa membatalkan acara oleh negara," ujarnya.
"Ini soal koordinasi di dalam kita yang menjadi momentum untuk menyadari bersama kalau ingin go internasional di olahraga, harus ada pemahaman bersama mengenai semua hal yang menjadi kendala."
"Saya setuju olahraga adalah bagian dari soft diplomacy, negara yang punya prestasi olahraga bagus pasti puinya ruang lebih. Ini bagian dari kepentingan nasional Indonesia."
"Teman-teman PDIP mungkin juga punya pandangan berbeda soal ini," tuturnya.
"Kita harus sama-sama membunyikan ini. Jika tidak akan jadi kendala terus menerus. Mungkin sekarang PDIP, berikutnya bisa yang lain lagi."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.