KOMPAS.com - Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan pesta olahraga nasional terbesar di Indonesia yang diselenggarakan empat tahun sekali dan diikuti oleh seluruh provinsi di Tanah Air.
Penyelenggaraan PON berada di bawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Adapun, Pekan Olahraga Nasional ke-1 dilaksanakan pada tahun 1948 di Kota Solo.
Dikutip dari KompasPedia, penyelenggaraan PON I di Solo pada 1948 merupakan hasil keputusan yang dibuat oleh Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI).
PORI sendiri lahir pada kongres olahraga di Solo pada 1946 dengan ketua Widodo Sastrodiningrat yang membawahi olahraga sepak bola, bola basket, renang, atletik, bulu tangkis, tenis, panahan, bola keranjang, pencak silat, dan gerak jalan.
Selain PORI, pada saat itu juga terbentuk Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) yang diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Baca juga: Sejarah Singkat Tenis Meja
Pada 1948, PORI melalui KORI sebagai perantara, mengajukan untuk ikut Olimpiade 1948 di London.
Namun, Indonesia gagal ambil bagian pada Olimpiade 1948 karena tidak memenuhi syarat.
Alasannya, pada saat itu berbagai organisasi induk olahraga di Indonesia belum tergabung dalam federasi internasional.
Selain itu, muncul juga alasan bahwa Inggris tidak menerima paspor para atlet dari Indonesia kecuali bersedia bergabung di bawah kontingen Belanda.
Untuk memelihara semangat keolahragaan para atlet yang sebelumnya sudah disiapkan untuk ke Olimpiade, PORI kemudian mengadakan konferensi darurat di Solo pada 2-3 Mei 1948.
Hasil konferensi tersebut menyepakati diadakannya Pekan Olahraga Nasional atau PON.
Pada saat itu, PORI ingin menghidupkan kembali kompetisi olahraga yang sebelumnya diadakan oleh Ikatan Sport Indonesia (ISI) dengan nama ISI Sportweek atau Pekan Olahraga ISI pada 1938 dan 1942.
Baca juga: Sejarah Olimpiade, Pesta Olahraga Terbesar Dunia
Menurut keputusan PORI, PON akan diadakan setiap dua tahun. PON edisi pertama akan dilangsungkan di Solo pada 8-12 September 1948.
PON I didahului dengan prosesi penyerahan bendera oleh Presiden Soekarno di Gedung Agung Yogyakarta. Adapun, pada saat itu Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan di tengah revolusi fisik yang masih berkecamuk.