Perang saudara di negara asal Zaza sendiri sudah berlangsung lebih dari satu dekade lalu.
Baca juga: Hasil Sepak Bola Olimpiade Tokyo 2020: Belanda-Brasil Seri, AS Pecah Telur
Kondisi tersebut membuat pemadaman listrik sering terjadi sehingga sesi latihan Hend Zaza kerap ditunda.
Hal ini tak terlepas karena dia berlatih di dalam ruangan. Ruang tempat dia berlatih pun hanya diisi dengan empat meja seadanya.
Melansir dari The Guardian, kondisi juga membuat Zaza hanya hanya bisa bermain dalam dua atau tiga pertandingan eksternal dalam setahun.
Namun, semua hal tersebut tidak mengurangi keinginannya untuk menjadi atlet tenis meja dan mempersembahkan medali untuk negaranya di Olimpiade.
Atlet muda tersebut pun berhasil mendapatkan tiket ke Olimpiade Tokyo seusai mengalahkan Mariana Shakian (42 tahun) dari Lebanon di final Kualifikasi Zona Asia Barat pada Februari 2020.
Baca juga: Olimpiade Tokyo 2020, Jadi Peraih Medali Pertama Indonesia, Windy Cantika Ungkap Kunci Kesuksesannya
Meski gugur di Tokyo 2020, Zaza tetap optimistis bisa mewujudkan mimpi untuk mempersembahkan medali untuk negaranya di Olimpiade berikutnya.
Hend Zaza pun memberikan pesan menyentuh kepada semua orang memiliki mimpi untuk terus berjuang di situasi sesulit apa pun.
"Selama lima tahun terakhir, saya telah melalui banyak pengalaman berbeda. Terutama ketika ada perang yang terjadi di seluruh negeri, dengan penundaan pendanaan untuk Olimpiade dan itu sangat sulit," katanya.
"Namun, saya tetap harus berjuang untuk mewujudkan mimpi saya, dan ini adalah pesan saya kepada semua orang yang ingin memiliki situasi yang sama."
"Perjuangkan impian Anda, berusaha keras, terlepas dari kesulitan yang Anda alami, Anda akan mencapai tujuan Anda," ungkap Hend Zaza.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.