KOMPAS.com - Timnas Italia bangkit dari keterpurukan. Mereka mampu bersuara dalam ajang Piala Eropa atau Euro 2020.
Kebangkitan timnas Italia saat ini menjadi obat dari luka mereka pada turnamen internasional sebelumnya, Piala Dunia 2018.
Seperti diketahui, pemilik trofi Piala Dunia 2006 tersebut gagal melaju ke putaran final turnamen paling bergengsi di Planet Bumi edisi tahun 2018 setelah gagal melalui fase play-off.
Mereka disingkirkan oleh Swedia pada babak play-off Kualifikasi Piala Dunia 2018, November 2017 silam.
Tak heran tim berjuluk Gli Azzuri kala itu dicerca oleh berbagai pihak. Media Italia, Il Corriere dello Sport, sampai menyebutnya momen kiamat sepak bola Negeri Pizza.
Alasannya tak lain karena untuk kali pertama dalam 60 tahun, Italia absen di turnamen Piala Dunia.
Berangkat dari masa kelam tersebut, Roberto Mancini datang untuk mengubah Gli Azzuri pada tahun 2018.
Mancini menggantikan sosok Giampiero Ventura yang dipecat tepat setelah kalah dari Swedia pada babak Kualifikasi Piala Dunia 2018.
Bersama Mancini, timnas Italia dirombak habis-habisan. Tak ada lagi nama-nama seperti Gianluigi Buffon, Andrea Barzagli, Daniele De Rossi, bahkan awalnya juga tak ada nama Giorgio Chiellini.
Rombakan mengejutkan terasa ketika Mancini memanggil Nicolo Zaniolo dan Sandro Tonali yang saat itu belum merasakan debut di Serie A.
Meski polesan pertama Roberto Mancini tidak begitu memuaskan, tepatnya imbang melawan Polandia dan kalah dari Portugal pada September 2018, laga-laga selanjutnya mereka tampil konsisten.
Ya, timnas Portugal pada Seperti 2018 itulah menjadi satu-satunya tim yang bisa mengalahkan Italia hingga babak perempat final Euro 2020, 3 Juli 2021 WIB.
Sejak kekalahan dari Portugal itu pula, Mancini sukses memecahkan rekor-rekor lainnya untuk Italia.
Hingga 3 Juli 2021, Gli Azzuri di bawah Roberto Mancini tak pernah merasakan kalah 32 laga secara beruntun.
Rekor-rekor tersebut yang membuat Italia masuk dalam masa kebangkitan mereka. Luka di Piala Dunia 2018 seakan terobati meski tak bisa dilepas dari sejarah.
"Menjadi pelatih yang bagus dan mengembalikan timnas (Italia) merajai sepak bola dunia," ucap Roberto Mancini ketika kali pertama ditunjuk sebagai allenatore Glia Azzuri, dikutip The Guardian.
Renaissance di Eropa
Kebangkitan tersebut juga mengingatkan mereka dengan era Renaissance Eropa, masa-masa kebangkitan Benua Eropa dari keterpurukan ekonomi, krisis politik, hingga krisi pemikiran Dark Ages (Abad Kegelapan).
Secara harfiah, Renaissance berasal dari bahasa Perancis yang memiliki arti kelahiran kembali.
Renaissance atau Renaisans dalam Bahasa Indonesia adalah sebuah periode yang menandakan kelahiran kembali peradaban dan kebudayaan Eropa.
Zaman Renaissance ditandai dengan munculnya penghargaan terhadap etika, estetika dan rasionalitas.
Melansir laman Kompas Skola, Perkembangan Renaissance bermula dari kesuksesan masyarakat Italia dalam mengelola bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya pada awal abad 15 Masehi.
Pada masa tersebut, masyarakat Italia tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat kota yang sejahtera.
Kesejahteraan masyarakat Italia menyebabkan munculnya pemikiran duniawi yang mengedepankan rasionalitas.
Paham-paham tersebut memengaruhi masyarakat Eropa untuk melepaskan diri dari kekangan doktrin agama dan dominasi gereja, sehingga mereka mampu menghasilkan pembaharuan-pembaharuan di berbagai aspek kehidupan.
Dalam konteks dunia sepak bola Italia saat ini, tentu semangat era Renaissance hampir mirip dengan kondisi mereka.
Sempat disebut kiamat, kini tengah mengukir sejarah baru, bersama Roberto Mancini.
Terlebih, semangat Renaissance ada dalam desain jersey timnas Italia saat ini. Ya, era kebangkitan itu jadi cambuk yang melekat dalam tubuh pemain.
https://www.kompas.com/sports/read/2021/07/05/12000048/sejarah-renaissance-dalam-makna-kebangkitan-timnas-italia