Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Etis: Tujuan dan Latar Belakang

Kompas.com - 25/02/2020, 08:00 WIB
Ari Welianto

Penulis

KOMPAS.com - Politik etis atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang hutang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan rakyat Nusantara.

Berkat adanya politik etis berdampak positif untuk jangka panjang bagi bangsa Indonesia. Di mana pada bidang pendidikan melahirkan golongan terpelajar dan terdidik, seperti Sutomo atau Wahidin Soedirohusodo.

Mereka kemudian membentuk organisasi-organisasi pergerakan nasional, seperti Budi Utomo, Sarikat Islam, hingga Perhimpunan Indonesia. 

Selanjutnya organisasi-organisasi tersebut dipakai sebagai alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Baca juga: Politik Etis Belanda: Awal Lahirnya Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional

Tujuan politik etis

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), pada kebijakan politik etis bantuan keuangan dari Belanda akan dikhususkan untuk perluasan layanan kesehatan dan pendidikan dan penyediaan layanan penyuluhan pertanian yang dirancang untuk merangsang pertumbuhan ekonomi desa.

Politik etis bertendesi pada desentralisasi pada politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi.

Ada tiga bidang yang dipakai dalam politik etis tersebut, yakni irigasi, emigrasi, dan pendidikan.

Berikut tiga bidang tersebut, yakni:

Irigasi (pengairan)

Pada pengairan pemerintah Belanda membangun dan memperbaiki irigasi. Membangun bendungan besar penampung hujan untuk keperluan pertanian.

Pemerintah Belanda juga melakukan perbaikan sanitasi untuk mengurangi penyakit.

Ada juga perbaikan sarana infrastruktur terutama pada jalan raya dan jalur kereta api. Infrastruktur tersebut untuk memudahkan dalam pengangkutan komoditas pertanian dan perkebunan.

Baca juga: Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan

Emigrasi (perpindahan penduduk)

Program emigrasi dipakai pemerintah Belanda untuk pemerataan penduduk di Pulau Jawa dan Madura. Karena di dua pulau tersebut jumlah penduduk pada 1900 mencapai 14 juta jiwa.

Apalagi kawasan perkebunan yang begitu luas di luar Pulau Jawa tidak sebanding dengan kawasan pemukiman yang semakin sempit.

Akhirnya pemerintah Belanda membuat pemukiman baru di Pulau Sumatra dan memindahkan rakyat.

Mereka juga ditempatkan diperkebunan-perkebunan sebagai pekerja. Karena banyak pemilik perkebunan yang meminta dan membutuhkan pegawai.

Educasi

Edukasi merupakan program peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) dan pengurangan jumlah buta huruf rakyat yang berimplikasi baik untuk pemerintah Belanda.

Baca juga: Es Krim, Sejarah dan Perkembanganya

Di mana untuk mendapatkan tenaga kerja terdidik namun dengan gaji yang murah.

Dalam pendidikan sedikit dilakukan untuk memberikan tingkat peluang yang lebih besar di tingkat dasar, menengah.

Dalam bidang pendidikan sangat berperan dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan di Hindia Belanda. Pada 1900, berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Latar Belakang 

Sistem tanam paksa yang dilakukan pemerintah Belanda di Hindia Belanda menjadi awal dari keluar politik etis.

Dikutip situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), di mana sistem yang berlangsung pada masa tersebut banyak diprotes dan dikecam di Belanda.

Politik etis dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan) dan C. Th. Van Deventer (politikus) pada 1899. Mereka mengecam kepada pemerintah Belanda karena telah menguras kekayaan dari Hindia Timur.

Baca juga: Sejarah Pramuka Indonesia, Organisasi Kepanduan sejak Era Belanda

Dilansir Enyclopaedia Britannica (2015), Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer membuka mata pemerintah Belanda untuk lebih memperhatikan nasib rakyat pribumi.

Mereka beragumen, pemerintah Belanda telah begitu lama mengambil untung besar dari wilayah jajahan, sementara rakyat pribumi menderita. Hutang Kehormatan yang harus dilunasi.

Maka pemerintah Belanda memiliki kewajiban moral untuk melakukan balas budi melalui kesejahteraan penduduk.

Pada 1863, sistem tanam paksa dihapuskan dan Pemerintah Belanda mulai menerapkan sistem ekonomi liberal. Di mana modal-modal swasta mulai diperkenankan datang ke Hindia Belanda.

Politik ekonomi secara tidak langsung membuka ruang sangat besar bagi swasta. Kondisi itu melahirkan perkebunan milik swasta semakin meluas.

Namun kondisi tersebut tidak berpengaruh pada nasib rakyat. Karena politik ekonomi tersebut tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat pribumi.

Adanya kecaman tersebut, akhirnya pada 1901 Ratu Belanda Wilhelmina mengeluarkan kebijakannya yang disebut dengan politik etis.

Baca juga: Sejarah Sabun: Berawal dari Lemak Hewan

Ratu Wilhelmina menyampaikan pidatonya, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi pada bangsa pribumi di Hindia Belanda.

Pidato tersebut merupakan suatu awal kebijakan untuk memakmurkan Hindia Belanda dan dikenal dengan politi etis atau politik balas budi.

Kebijakan Etis dilihat oleh pendukungnya yang paling bersemangat sebagai percobaan  yang dirancang untuk mengubah masyarakat Indonesia. 

Di mana untuk memungkinkan elit baru untuk berbagi dalam kekayaan peradaban Barat, dan untuk membawa koloni ke dunia modern. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com