KOMPAS.com - Dalam mempelajari sejarah, kita harus menerapkan dua cara berpikir, yakni berpikir secara diakronik dan sinkronik.
Meski sama-sama bisa digunakan, kedua pola pikir ini mempunyai perbedaan. Apa saja perbedaan berpikir diakronik dan sinkronik?
Perberdaan berpikir diakronik dengan sinkronik
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), berpikir diakronik adalah konsep berpikir secara runtut atau kronologis.
Istilah diakronik datang dari bahasa Latin, dia dan chronicus. Dia berarti melalui atau melampaui, sedangkan chronicus artinya waktu.
Dengan demikian, berpikir diakronik adalah pola pikir secara kronologis dalam menganalisis atau meneliti hal tertentu.
Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2023) oleh Fatayat Ridlo Mintarsih, berpikir sinkronik artinya berpikir dengan menganalisis secara detail.
Sinkronik berarti meluas dalam ruang, namun terbatas dalam waktu. Lazimnya metode ini digunakan dalam ilmu sosial, termasuk sejarah.
Kata sinkronik berasal dari bahasa Yunani, syn dan khronos. Syn berarti "dengan", dan khronos maksudnya waktu atau masa.
Jadi, berpikir sinkronik adalah pola pikir yang menekankan pada struktur ruang yang meluas, namun sempit dalam waktu.
Jelaskan perbedaan berpikir diakronik dengan sinkronik!
Dari penjelasan di atas, kita bisa mendapat satu perbedaan berpikir diakronik dan sinkronik, yakni pengertiannya.
Berpikir diakronik adalah pola pikir secara kronologis atau urut. Sedangkan berpikir sinkronik adalah pola pikir yang meluas dalam ruang, namun waktunya terbatas.
Perbedaan berpikir diakronik dengan sinkronik lainnya, yakni ciri-ciri dari pola pikir itu sendiri.
Ciri-ciri berpikir sinkronik, yakni:
Sementara itu, ciri-ciri berpikir diakronik adalah:
Kesimpulannya, perbedaan berpikir diakronik dan sinkronik adalah diakronik mengutamakan aspek waktu, sedangkan sinkronik lebih menekankan pada aspek keruangan.
https://www.kompas.com/skola/read/2023/11/08/090000069/perbedaan-berpikir-diakronis-dan-sinkronis