Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

7 Puisi Sapardi Djoko Damono yang Paling Dikenal

Banyak puisi-puisinya romantisnya mampu menyentuh hati masyarakat.

Di usianya yang senja, ia masih tetap produktif melahirkan puisi-puisi.

Penyair legendaris Indonesia tersebut, meninggal dunia pada, Minggu (19/7/2020) di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Berikut puisi-puisi terbaik Sapardi Djoko Damono:

  • Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakan rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan di bulan Juni
Dihapuskan jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkan yang tak terucapkan
Diserap akan pohon bunga itu

Puisi tersebut menceritakan mengenai bagaimana penantian seseorang terhadap orang yang dicintainya.

Ia dengan sabar menunggunya tanpa lelah dan tetap tabah yang berujung sebuah balasan manis atas perjuangannya tersebut.

  • Yang Fana adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:

Memungut detik demi detik, merangkainya
seperti bunga sampai pada suatu hari

Kita lupa untuk apa

"Tapi,

Yang fana adalah waktu, bukan?"

tanyamu. Kita abadi.

  • Aku Ingin

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya
tiada”

Pernah dengar alih wahana? Puisi Aku Ingin menjadi salah satu karya Sapardi yang beralih wahana menjadi lagu, atau biasa disebut musikalisasi puisi.

  • Pada Suatu Hari Nanti

“Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.”

Lewat puisinya ini, eyang seolah  menyatakan alasan dirinya masih menulis hingga kini.

Lewat puisinya dalam Hujan Bulan Juni ini pula, eyang seolah menyelipkan wasiat bahwa kita akan kekal bersama tulisan-tulisan yang kita tinggalkan.

  • Hanya

“Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana

hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu

hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu”

Tanpa perlu banyak bermetafora, Sapardi membuat pembacanya menyelam jauh ke dalam
kata-kata yang ia ramu.

Puisi "Hanya" bisa kalian jumpai bersama 74 sajak lainnya dalam buku kumpulan puisi Sapardi yang berjudul Melipat Jarak.

  • Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta

“mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat

mencintai cakrawala
harus menebas jarak

mencintai-Mu
harus menjelma aku”

Romantis sekali bukan eyang Sapardi ini? Ia dengan baik menjelmakan maksud hati
untuk menyatakan “hanya aku yang bisa mencintaimu” dengan analogi yang
begitu cantik sebagai pengantarnya.

Sama dengan puisi Hanya, puisi ini bisa kalian jumpai dalam Melipat Jarak.

  • Menjenguk Wajah di Kolam

“Jangan kauulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.

Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.

Ingat,
jangan sekali-
kali. Jangan.

Baik, Tuan.” 

https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/19/164500969/7-puisi-sapardi-djoko-damono-yang-paling-dikenal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke